Wednesday, December 31, 2014

Petualangan Mengelilingi Jawa Part #7 dari 14 : Menuju Mojokerto dan Trowulan


Dari Madura kami langsung menuju Mojokerto, lokasi yang berjarak 70 km dan bisa ditempuh selama satu setengah jam ini ternyata lagi-lagi menempuh jalan macet luar biasa, sementara hujan terus menerus tidak henti2nya, mendadak saat giliran kami maju, eh Pak Polisi menyuruh kami belok ke jalan yang tidak direkomendasikan Waze. Namun mau tak mau terpaksa kami ikuti, akan tetapi alokasi waktu untuk kompleks Candi di Trowulan otomatis jadi semakin berkurang. 

Karena sudah "kebelet" ke toilet, kami berhenti di salah satu SPBU, dua orang wanita yang kami tanyai mengatakan Sleeping Budha sudah tutup jam 16:00, namun adik ipar tidak mau menyerah, dan bertekad akan meminta tolong pada petugas di Vihara, sekiranya sudah ditutup. 

Menjelang jam 17:00 akhirnya kami sampai setelah memasuki gang kecil menuju Desa Bejijong. Nampaklah sebuah padepokan yang tenang, kami parkir dengan dipandu pemuda setempat berwajah sangar dengan badan penuh tatto, eh ternyata sangat sopan tutur katanya. Untungnya jam kunjungan relatif tidak dibatasi, sehingga ditengah gerimis kami bisa langsung bergegas ke lokasi Patung Sleeping Budha yang konon kabarnya terbesar ketiga di dunia sepanjang 22 meter, tinggi 4,5 meter dengan lebar 6 meter. 

Ukirannya sangat rapi, dan dikelilingi relief yang bercerita saat-saat terakhir Budha menjelang beliau wafat. Saya jadi ingat salah satu ramalan Budha akan datangnya Budha terakhir alias Budha Maitreya yang ciri khasnya adalah tubuhnya cenderung mengikuti arah kepalanya saat harus berkomunikasi dengan seseorang dan memiliki ribuan pengikut sebagaimana ciri-ciri Nabi Muhammad SAW. Posisi Budha yang menyamping ke kanan dengan telapak tangan kanan sebagai bantal juga mengingatkan saya akan posisi tidur yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW.
Dari sini kami bergegas ke Batu melewati Trowulan, jalan semakin gelap dan diluar nampak kabut menebal, anak2 terdiam ketakutan di belakang. Mobil dipenuhi bisik2 doa, dan dari sisi kiri terlihat silhuet Candi Bajang Ratu berdiri tegak dalam kesunyian, dan lalu Candi Tikus, kami seakan akan dikepung peradaban masa lalu.  Entah kenapa saya membayangkan seakan akan kabut ini membawa kami ke masa keemasan Majapahit, dan sekonyong konyong saya membayangkan dari balik kabut muncul penduduk dengan pakaian dari masa silam menyambut kedatangan kami. Bisa jadi saya terpengaruh buku karya Djoko Lelono yang diterbitkan tahun 1971, Terlontar ke Masa Silam. 




Setelah suasana sepi yang mencekam, mendadak kami semua tertawa karena tak jauh dari situ, ada Indomaret dan lalu Alfamart, ternyata kedua franchise ini sudah merambah sampai ke daerah relatif terpencil seperti Trowulan ini. Si Sulung bercanda bagaimana kalau ternyata pegawainya memang benar-benar mengenakan kostum Majapahit, dan disambut tertawa terbahak bahak oleh kami semua saat ikut membayangkannya. 

No comments: