Diawali dengan kegalauan kami mendengar berita longsornya jalan di Sumedang, kami sempat mengubah itinerary via Subang, namun berita terakhir ternyata sisa longsoran sudah dibersihkan, sehingga kami kembali ke rencana semula. Namun kesempatan ini saya gunakan untuk menjelaskan seni-nya kehidupan pada anak-anak, bahwa kita boleh berencana, namun harus siap dengan kenyataan hidup yang bisa saja berbeda.
Sabtu 20 Desember 2014, sehabis subuh kami memulai perjalanan, setelah sekitar satu jam menempuh 60 km, kami lalu sarapan Tahu, Lontong dan Bacang di Sumedang. Ternyata Bacangnya enak sekali apalagi kalau dimakan hangat2. Sayang Tahu Bongkeng Sumedang yang konon kabarnya pioner industri tahu di Sumedang pada jam sepagi itu masih tutup, sehingga keinginan untuk makan tahu sambil dicocol ke sambal tidak terlaksana. Terlihat Sumedang mengalami banyak kemajuan, khususnya Rumah Sakit tempat istri magang dahulu kala sebelum menikah dengan saya yang terlihat semakin megah saja.
Kemudian perjalanan lanjut melewati Majalengka dan akhirnya Cirebon setelah sekitar 2 jam dan menempuh 72 km. Sesampainya di Cirebon kami langsung menuju Kampung Batik Trusmi dan setelah belanja berbagai motif khas mega mendung, kami lalu menyantap Nasi Jamblang Mang Dul di Jalan dr. Cipto Mangunkusumo, dengan hidangan penutup Es Duren Tjampolay yang jualan di depan warung.
Menu utama di Nasi Jamblang Mang Dul terdiri dari semur daging, sate kerang, tempe goreng dan tahu goreng dan nasi yang dibungkus dengan daun Pohon Jati. Tempenya sendiri sangat khas cenderung kering dan gurih. Tak lupa minuman teh manis hangat yang berbau sedap. Per orang biaya yang kami harus keluarkan sekitar Rp 18.000, namun cara penjualnya menghitung agak unik, kalkulator yang dia gunakan lebih terlihat dielus elus secara cepat dibanding di tekan.
Di Warung sebelahnya kami juga memesan Empal Gentong, dimakan dengan nasi panas, gumpalan-gumpalan daging empuk dan kuahnya terasa sangat segar dan harum. Masakan Cirebon ini mengingatkan saya akan Warung Langganan di Batununggal yang sayangnya saat ini tutup karena suami pengelola warung terkena stroke sehingga sang istri harus merawat suaminya. Dulu setiap minggu pagi setelah berolahraga, lokasi warung ini merupakan favorit saya dan istri. Dari beliau berdualah kami mengenal nikmatnya kuliner Cirebon.
Silahkan ke link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2014/12/petualangan-mengelilingi-jawa-part-3-of.html
No comments:
Post a Comment