Wednesday, December 31, 2014

Petualangan Mengelilingi Jawa Part #13 dari 14 : Merapi dan House of Raminten Kaliurang


Hemm Merapi gunung setinggi 2.968 meter dpl,  ini jelas pilihan yang pas setelah kami melewatkan Bromo dan Masjid Turen, ini salah satu putusan strategis terbaik yang kami lakukan dalam perjalanan kali ini. Jam 04:00 ternyata sudah adzan Subuh, setelah sholat kami bergegas menuju Land Rover model panjang yang dapat memuat 7 sd 8 penumpang. Dengan haru biru saya menaiki mobil bersejarah yang saat kecil sangat sering saya pakai ketika Almarhum Ayah masih berdinas di Sibolga. Jeep ini kami sewa dengan biaya Rp. 500.000 untuk trip ini pulang dan pergi. Alangkah kagetnya saya ketika ternyata tahu bahwa mesin yang digunakan adalah Isuzu. Supir beralasan Isuzu lebih mudah secara perawatan, dan karena berbahan bakar solar juga lebih murah untuk operasional sehari hari. 




Perjalanan pun dimulai, langit masih terlihat gelap, dashboard mobil terlihat sangat minimalis, mula-mula kami melintasi jalan lurus dan mulus lalu jalan mulai menyempit dan batu dan pasir semakin mendominasi. Supir kami dengan hati-hati melewati jalan yang kiri kanannya jurang batu dan pasir. Meski jalan sangat sempit nampak beberapa Jeep Willys dengan ganasnya menyalip kami, meski harus menaklukkan batu-batu sebesar kambing, tanpa memperdulikan penumpangnya yang terpental pental Jeep-Jeep tersebut akhirnya melewati kami. 

Setelah sampai di kaki puncak Merapi, kami akhirnya dapat melihat kaki-nya sementara puncaknya meski sudah sangat dekat, tetap  ditutupi awan.  Lalu kami turun dan mulai memotret sayang kabut sangat tebal serta gerimis terus menerus turun, dan anak-anak sempat ditegur penduduk setempat karena berdiri terlalu dekat dengan jurang yang menganga dibawahnya. Gunung ini sudah meletus sejak tahun 1548 kurang lebih sebanyak 68x, dan dengan demikian mencatatkan dirinya sebagai satu dari sedikit gunung yang sangat berbahaya. 

Saya sempat kebingungan dengan kamera yang tak berhasil fokus, dan baru menyadari wide lens 10-22 saya ternyata bengkok pantas saja sejak Lawang Sewu hasilnya tidak begitu baik. Sayang sekali momen yang yang sudah di depan mata ini tak berhasil diabadikan dengan baik. Saat menuju lokasi kampung yang hancur karena Awan Panas. Mobil kami tidak berhasil jalan akhirnya dengan meminta bantuan mobil lain yang menabrak kami berulang ulang, sampai mobil kami kembali dapat jalan. 













Di salah satu rumah yang dijadikan museum peringatan peristiwa Merapi empat tahun lalu, kami melihat jam yang hangus namun menunjukkan waktu saat terjadinya bencana, rangka dan tulang binatang, motor yang bentuknya sudah tidak karu-karuan, gelas yang melengkung karena kepanasan. Kami juga melewati makam massal korban Merapi dan Batu "Alien" yang konon kabarnya berbentuk wajah dan sempat menghancurkan beberapa rumah setelah berguling guling dari ketinggian. Pada awalnya menurut supir Landy, nama batunya adalah "Alian" yang bermakna "pindah" dalam bahasa Jawa, entah kenapa lama-lama jadi "Alien". Kami juga melihat tanah yang masih berasap dan sungai tanpa air dengan dinding jurang terjal. Supir cerita bagaimana bak air mendidih saat peristiwa itu terjadi, dan sempat memakan korban yang menceburkan diri ke Bak lalu tewas karena tak kuat menahan panas. 



Sepanjang jalan kami dan anak-anak juga berdiskusi bagaimana Mbak Maridjan yang sebelumnya aktif sebagai penghubung dengan penguasa ghaib Merapi alias Mbah Petruk dan berkali kali menolak mengungsi akhirnya menjadi korban Merapi, namun konon kabarnya beliau meninggal dalam keadaan bersujud. Semoga arwah beliau mendapatkan tempat yang layak disisiNya dan diampuni dosa-dosanya. 

Sesampainya kembali ke lokasi Wisma Sejahtera yang menjadi Home Stay kami, kami lalu menikmati Wedang Ronde yang hangat dan lalu sarapan yang dipesan di Wareng Sate Pak Parto, seperti Nasi Goreng Kambing, Sate Buntal (daging yang diselimuti lemak tipis) dan Tongseng Kambing lagi. Dan lalu istrirahat sebentar dan langsung menuju Bandung tanpa singgah kembali ke Yogya, menjelang siang adik ipar menjerit loh kok ada House of Raminten di Kaliurang, dengan gembira kami langsung berhenti dan belanja berbagai pernik, kaos dan bakpia serta jajajan khas Yogyakarta lainnya. Karena belanja cukup lama. Maka kami memutuskan untuk sekalian makan siang di sini, ternyata anti klimaks, karena makanan-nya biasa saja, dan harus menunggu hampir dua jam. Saya dan adik ipar yang memesan Bakmi Jawa terpaksa mengganti menu dengan Nasi Ayam Goreng yang rasanya kurang enak karena Bakmi Jawa-nya tak kunjung tiba. Ironisnya saat menyantap Ayam, sebagai pesanan pengganti, Mie Jawa-nya akhirnya tiba, yang jelas saja kami tolak. Untung ada Es Dawet Gadril Jumbo (hemm mirip-mirip Galadriel, nama yang familiar bagi penyuka Lord of The Ring) dengan gelas berukuran besar yang sementara dapat meredam kekesalan saat menunggu makanan. Bakpia kacang hijaunya sendiri juga agak sedikit asam. 

Entah kami yang memang sedang bernasib kurang baik, yang jelas diluar berbagai pernik pakaian sepertinya tak ada yang spesial dengan House of Raminten kecuali harganya yang memang ekstra murah. Suasana-nya sendiri agak sedikit “klenik” dengan banyaknya patung dan sesajen kembang dimana-mana termasuk wewangian menyan dan dupa, entah trick marketing atau memang klenik. Di dinding tertulis “Kami Semua Ini Lulusan SLB, Kalo Agak Lama Mohon Maaf Karena Kami Kenthir”. 




Raminten sendiri ternyata bernama asli Hamzah HS, penggemar jamu dan sego kucing yang merupakan salah satu tokoh pemeran Raminten dalam acara sitcom dengan judul “Pengkolan” di Jogja TV. Beliau memutuskan untuk usaha kuliner sejak 2008 dan sekarang mungkin menjadi tempat yang paling dicari wisatawan di Yogyakarta. Dan uniknya para pria yang bekerja disini rata-rata tampil kemayu, sehingga memberikan suasana aneh sekaligus misterius. 

Silahkan Ke link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2014/12/petualangan-mengelilingi-jawa-part-14.html

No comments: