Wednesday, December 31, 2014

Petualangan Mengelilingi Jawa Part #11 dari 14 : Menuju Solo


Dan kami pun melanjutkan perjalanan menuju Solo dan akhirnya sampai menjelang tengah malam, untung saja kami masih kebagian dua kamar meski perlunya tiga. Namun parkir sudah sangat penuh, sehingga mobil kami dibawa untuk diparkirkan di lokasi yang sengaja di sewa Tune Hotel (AirAsia Group) untuk kondisi seperti ini. Rencananya kami akan menginap dua malam di Solo dan karena sudah pesan jauh hari sebelumnya kami mendapatkan harga yang cukup bersahabat yakni Rp. 200.000 per kamar untuk malam pertama dan Rp. 400.000 per kamar untuk malam kedua karena malam Natal. 










Hotel Tune menggunakan konsep minimalis, jangan berharap ada kopi, gula, sikat gigi, shampoo, dll. Sayangnya kamar kami sangat bising, sepanjang malam rasanya seperti tidur di Pabrik, ada mesin yang terus menerus bekerja dan sebentar sebentar di iringi suara benturan besi bertemu besi yang bergaung sepanjang malam. 

Besok paginya kami keliling Solo mencari sarapan, dan menemukan Warung Sate dan Gule Pak Samin yang usahanya dimulai sejak 1972, dan akhirnya mangkal di perempatan Pasar Pon sejak 1976. Hemm ternyata hidangan-nya sangat lezat. Kami membeli beberapa porsi Nasi Goreng Kambing dan Gule Gorengan Usus/Paru/Babat. Harganya pun tergolong murah, untuk seporsi Gule Goreng bisa ditebus dengan Rp 17.000 per porsi sedangkan Sate Kambing bisa dinikmati dengan harga yang sama per porsi. Lalu dimakan di kamar hotel, untuk penutup kami membeli Serabi Solo yang mirip dengan Serabi Notosuman dan Kue Pukis yang sayangnya sudah dingin. 
Siangnya kami langsung ke kantor Dinas Perhubungan untuk menaiki Werkudoro yang merupakan salah satu warisan Jokowi saat menjabat sebagai walikota Solo dan diluncurkan pada April 2012, dengan tiket Rp 20.000 per orang, yakni bis wisata untuk berkeliling Kota Solo.

Sambil menunggu Bus tiba, anak-anak memesan dimsum sedangkan saya dan istri jus kacang hijau yang dijual di depan terminal Bus. Rute yang ditempuh termasuk Monumen Slamet Riyadi, perhentian Kereta Api kuno Jaladra yang melintasi Kota Solo, Stadion Manahan, Benteng Vastenburg, Ambarukmo dan ikon Kota Solo lainnya. Kota ini terlihat resik dan rapi dengan jalan-jalan yang besar dan trotoar yang lebar dan nyaman bagi pejalan kaki. Ketika Bus memutar balik, maka kami yang duduk di lantai atas diminta bergantian dengan penumpang di lantai bawah. Di depan benteng Vastenburg, Bus berhenti sebentar untuk memberi kesempatan penumpang berfoto-foto di depan benteng. Sayang lagu dangdut di tv lantai atas Bus bagi saya cukup menganggu karena sebaliknya suara mbak pemandu wisata sering sekali tidak terdengar jelas. 

Sebenarnya naik Kereta Api Tua Jaladra juga sangat menarik, namun Kereta Api yang berbahan bakar kayu jati ini hanya bisa dipesan secara berombongan. Karena biayanya yang cukup mahal sekali jalan yakni sekitar Rp 3.500.000, tentu tidak mudah mengumpulkan sekian banyak orang agar nilai minimal tersebut tercapai. Saat ini mungkin, ini satu-satunya Kereta Api yang menggunakan trek di dalam kota layaknya kendaraan-kendaraan lain-nya. 

Setelah jalan-jalan dengan Werkudoro, kami pun memulai perburuan kuliner, dan memilih Timlo Solo, di jalan Jend Urip Sumohardjo 94. Saya istri, dan anak-anak memilih menu yang berbeda beda, dan lalu piring pun berputar diantara kami sehingga keempat menunya bisa dicicipi. Mulai dari Nasi Empal, Timlo sampai Nasi Gudeg. Entah karena kurang cocok, saya merasa hidangan di Timlo tidak terlalu spesial. 

Setelahnya kami menuju Pasar Klewer serta belanja baju untuk oleh-oleh. Sedih sekali ketika menulis blog ini ternyata Pasar Klewer yang merupakan salah satu ikon Solo dan bernilai Rp 10 triliun akhirnya terbakar habis, semoga para pedagang yang berjualan disana segera mendapatkan tempat pengganti yang lebih baik. Malam-nya rencana kami untuk makan malam  sambil lesehan tidak jadi karena trotoar terlihat basah dan kami tidak memiliki referensi di mana angkringan yang nyaman untuk makan. Begitu juga Bakso Kadipolo ternyata sudah tutup pada jam 21:30 sehingga kami terpaksa makan Ayam Kremes di salah satu Restoran di Solo. 

Keesokan paginya kami sempatkan ke Bakso Kadipolo yang ternyata sudah buka sejak jam 06:30 pagi, dan ternyata memang Baso di tempat ini enak, kuah kaldunya sangat terasa. Saat makan kami diiringi berbagai musik Jawa yang dimainkan dua musisi, yang satu gitar dan vokal sementara yang lain bas dan perkusi. Pemain bas-nya bermain dengan sangat atraktif  sehingga enak dilihat.  Si Sulung meminta lagu Bengawan Solo, yang langsung dimainkan dengan bersemangat oleh keduanya. 

Menu di Resto Bakso Kadipolo cukup menarik, termasuk bubur tiga rasa, tepung beras, jagung dan kacang hijau disajikan dengan santan. Gorengannya juga cukup lengkap mulai dari pisang, sampai bakwan udang. Selain itu harganya juga cukup bersahabat sehingga tidak perlu kuatir membayar terlalu mahal untuk semua hidangan yang disajikan. 

Silahkan lanjut ke http://hipohan.blogspot.com/2014/12/petualangan-mengelilingi-jawa-part-12.html

No comments: