Tuesday, January 14, 2020

Mengenang Paman – Jalan2 Ke ITB


Suatu hari paman sedang berkunjung ke Bandung, seperti biasa paman mengajak aku yang saat itu masih sekitar kelas 2 SMP untuk jalan2. Ayah yang kebetulan  sudah pulang kantor dengan senang hati meminjamkan motor dinas beliau alias Suzuki A100 untuk kami gunakan berjalan-jalan. 

Namun sore itu sepertinya cuaca kurang bersahabat, aku juga kurang jelas, kemana sebenarnya paman mau pergi, alhasil di sekitar Wastukancana, hujan pun turun dengan lebatnya, tak sempat mencari tempat berteduh kami berdua cuma mencoba menempelkan tubuh kami ke dinding bangunan eks kolonial (skr menjadi kantor P2TP2A propinsi), yang tak urung membuat kami basah kuyup. 

Selesai hujan, ternyata paman melanjutkan perjalanan ke ITB. Kami pun masuk area kampus yang luas yakni sekitar 28,68 Hektar, dipenuhi rerumputan dan pohon2 besar nan hijau diapit dengan dua bangunan karya Henri MacLaine Pont yakni Aula Barat dan Aula Timur. 

Saat itu sepertinya sedang demo besar2an di ITB, seingat ku mungkin sekitar tahun 1981, yang berkesan ada tulisan sangat besar di atap Aula Barat ITB, dengan cat putih bertuliskan “Gantung Soeharto”. Di masa itu menulis seperti ini membutuhkan keberanian yang sangat. Karakter Soeharto yang keras bisa berakibat serius pada para penentangnya. Awal 1980 pemerintah mewajibkan semua partai dan organisasi sosial untuk menerima doktrin negara Pancasila sebagai “asas tunggal”, lalu pemerintah juga membatasi informasi yang disajikan via media. Pada era tsb wartawan banyak yang ditangkap dan media  diperkarakan, sepertinya Soeharto tidak mau demo ala Malari terjadi lagi.  

Paman nampak merenung dibawah pohon besar sambil menatap atap Aula Barat ITB , entah apa yang dipikirkan beliau saat itu, barangkali keinginan paman berkuliah yang terkendala karena kepindahan kami sekeluarga ke Sibolga tahun 1971. Sayang juga sebenarnya, seandainya paman tetap bersama kami dan kuliah di Bandung, barangkali akan lebih menyenangkan bagi kami sekeluarga. Namun paman akhirnya pindah ke Surabaya, dan justru memungkinkan beliau lebih dekat dengan nenek kami, yang memutuskan pindah ke Surabaya mengasuh anak paman kedua. 

No comments: