Tuesday, January 14, 2020

Mengenang Paman – Saat Merantau ke Bandung


Tahun 1968, aku lahir di Bandung, pada saat yang sama pamanku (kelahiran 27/9/1952) yang sekaligus adik ibu (kelahiran 18/10/1935) terkecil merantau ke Bandung. Jarak usianya yang jauh dengan kakak dan abangnya nya dan usia kakek dan nenekku yang sudah lumayan sepuh, membuat keduanya tak lagi yakin memiliki kemampuan mendidik beliau. Apalagi saat itu, konon kabarnya paman mulai terkena polusi pergaulan anak-anak nakal di Padang Sidempuan.
Singkatnya kami akhirnya berkumpul di Bandung, tepatnya di jalan Nilem kawasan Buah Batu. Pada saat itu Ibuku memutuskan paman bersekolah di SMA BPI Jalan Burangrang, salah satu SMA swasta terbaik di masa itu namun sekaligus agak-agak hedonis di Bandung. Tak pernah kuduga,  beberapa tahun kemudian akhirnya aku dan kakak perempuan ku alias Kak eli (yang sudah duluan berpulang di Agustus 2018) juga bersekolah di SMP dan SMA BPI, seakan menapak tilasi perjalanan pendidikan paman. 

Catatan : BPI (Badan Perguruan Indonesia) hingga kini masih berdiri tegak di jalan Burangrang 
Lengkaplah sudah keluarga kami, ayah, ibu, paman, Kak Eli dan Bang Ucok serta aku sendiri bersama-sama selama 3 tahun dari 1968 sd tahun 1971. Di masa-masa itu, pamanlah yang mengasuhku, mulai dari menyuapi makan, bahkan sampai mengganti popok layaknya anak beliau sendiri. Kadang paman meletakkan ku di meja, sambil beliau belajar ujian akhir SMA dan persiapan masuk perguruan tinggi. paman juga sering memberiku pensil dan kertas, sehingga aku ikut mencoret2 dan meniru paman belajar di sisinya. 

Kadangkala saat ibu memasak, ibu meminta bantuan paman ke warung untuk belanja, paman tak lupa meggendongku dan menemani beliau belanja. Menurut ibu di masa itu secara fisik kami memiliki kemiripan, begitu juga dengan komentar pemilik warung disekitar rumah. Tapi sepertinya dengan berjalannya waktu, aku rasa secara fisik kami semakin tidak mirip sebenarnya.  Suatu waktu ibu yang baru pulang dari Medan, cerita bahwa ternyata putra bungsu paman alias Al pun memilki kemiripan paras dengan putra sulungku Alif.  

Menjelang kepindahan kami ke Sibolga sesuai penugasan ayah, paman yang berminat ikut saringan masuk ITB, sempat meminta izin untuk tinggal bersama uwa ku  (abangnya ayah) alias Maradjo Pohan yang berdinas di TNI dan berkediaman di Jalan Gandapura 8. Namun sepertinya karena tidak ada kecocokan, paman tidak jadi memutuskan pindah ke kediaman mereka. Entah karena beban pikiran akan tinggal dimana, mengingat kami sekeluarga akan pindah, paman akhirnya tidak fokus dan belum berhasil masuk ujian saringan di ITB. Namun paman justru masuk Arsitektur ITS dan memutuskan pindah ke Surabaya, dimana pamanku nomor dua berdomisili. Kamipun akhirnya berpisah, dan menjalani hidup kami masing2, namun paman masih terus menerus bersilaturrahim, dan selalu menyempatkan diri mengunjungi kami saat di Denpasar dan ketika kami kembali pindah ke Bandung, bahkan menjelang akhir hayat beliau. 

No comments: