Monday, June 04, 2012

Impian yang terwujud

Jumat 1/6/2012 lalu menjadi salah satu hari yang kelabu bagi kami dalam divisi yang sama. Saat itu salah satu rekan kami pamitan karena itu adalah hari terakhirnya di perusahaan kami setelah join selama dua belas tahun (sebut saja “AF”).  Meski saya pribadi baru bersamanya selama empat tahun terakhir namun pengalaman kami bersama sama saat menghadapi situasi sulit telah membuat kami dekat, khususnya dua tahun terakhir.  Sedihnya acara ini dilakukan sebulan setelah kami menempati kantor baru yang semestinya justru disambut dengan kegembiraan. Bahkan kegembiraan yang saya rasakan setiap jumat karena bisa pulang ke Bandung juga tak mampu mengusir rasa sedih dalam hati saya.
Namun sebagaimana yang saya katakan dalam kata2 perpisahan saya siang itu, bahwa tak ada pertemuan tanpa perpisahan, karena keduanya adalah pasangan abadi, dan pada akhirnya yang tersisa hanyalah kenangan. Bahkan tidak perduli apakah sekedar sahabat di kantor, hal ini juga berlaku pada pasangan, anak atau bahkan orang tua kita sendiri, perpisahan pasti akan datang, hanya waktunya saja yang kita tidak pernah bisa meramalkannya.  
Ketika hampir semua orang mengucapkan kata2 perpisahan, tibalah kata2 perpisahan dari salah seorang karyawati senior yang masa kerja-nya di perusahaan kami, kurang lebih sama dengan masa kerja rekan kami yang pamitan sebut saja “HH”. Setelah menarik napas panjang, maka “HH” memulai-nya dengan bagaimana dia mengawali karir-nya di perusahaan kami. Saat itu divisi yang mereka rintis mengalami guncangan dan dari sudut pandang management dianggap tidak menguntungkan. Meskipun”HH” dan “AF” beserta rekan2 lainnya sudah bekerja sedemikian keras, namun apa daya saat itu sekeras apapun usaha yang mereka tekuni tetap dianggap belum sesuai dengan apa yang diinginkan perusahaan.
Keputusan penghentian operasional dari divisi itu sangat menyakitkan buat “AF” dan “HH”, dan apa yang mereka rasakan 10 tahun yang lalu seakan akan dapat kami rasakan juga dalam ruangan itu. Beberapa kali “HH” berhenti, dengan wajah memerah dan mata berkaca kaca, sehingga emosi kami ikut terbawa dan “HH” kembali melanjutkan ceritanya. Meski merasa sangat sakit, mereka berjanji suatu waktu akan membuktikan kalau anggapan semua orang mengenai divisi mereka salah.

Ternyata tidak perlu waktu lama, kesempatan itupun akhirnya datang enam tahun kemudian meski dengan divisi yang berbeda. Suatu saat perusahaan kami mendapatkan prospek untuk menjalankan bisnis yang sama dengan yang pernah mereka jalankan sebelumnya, meski untuk pertama kali hanya dengan satu customer, namun akhirnya berlanjut dengan empat customer baru, sehingga perusahaan memberikan ruangan khusus, dengan puluhan karyawan yang bertugas 24x7, dilengkapi recording system untuk kepentingan audit dan call manager. Namun yang lebih mencengangkan adalah meski tidak direncanakan, jabatan pengelola-nya dipercayakan jatuh ke tangan “AF” yang bertanggung jawab secara operasional dan “HH” sebagai pengelola resources-nya. Tentu saja "second wind" ini tidak mau mereka sia-siakan, dan berhasil mereka buktikan.
Moral of the story-nya, ialah jika kita memang berniat, maka kesempatan akan selalu datang, selama kita masih terus mau menyimpan mimpi itu, dan akan selalu ada celah dimana kita bisa mewujudkan-nya meski perlahan atau harus memutar dulu. Jadi jangan pernah berhenti bermimpi, karena semua yang kita lihat nyata saat ini,  awalnya juga didahului dari impian.  

2 comments:

Karina Yogatama said...

Bapak,this is a very nice writing. I love how you give this credit to mas Azzam and Cici, yet give us all the readers good lesson learnt and courage :).impressive.

Webmaster said...

Mantaff!!.. Apabila Allah SWT menghendaki, segumpal Tanah bisa berubah wujud menjadi sekarung berlian... aaamiin Yaa Robbal Alamiin.