Wednesday, June 27, 2012

Tidak ada yang tidak bisa – Karmaka Surjaudaja - Dahlan Iskan

Setelah membaca dua buku karya Dahlan Iskan, yaitu “Ganti Hati”  dan “Dua Tangis dan Ribuan Tawa”, saya sempat melihat buku ini, namun karena sepintas saya kira buku tentang Dahlan Iskan namun karangan Karmaka, saya tidak jadi ambil, akan tetapi setelah diamati betul, ternyata betul merupakan karangan Dahlan Iskan tetapi justru mengenai Karmaka, wah saya jadi heran, siapakah gerangan Karmaka ini sehingga Dahlan mau menuliskan sosok-nya? lalu saya cek sepintas halaman belakang, ternyata ini mengenai biografi salah satu tokoh di balik NISP, meski bukan pendiri-nya, melainkan menantu-nya.
Setelah membaca ada kaitan dengan bank NISP, saya pun tertarik membelinya, maklum di Bandung, Bank ini cukup terkenal sebagai bank konservatif, bunga dan hadiah sih relatif biasa saja, namun anehnya nasabah-nya loyal. Selain itu NISP pernah menjadi bagian dari sejarah “mencekam” dalam kehidupan keluarga orang tua saya. Pada saat itu orang tua saya sedang membangun rumah dengan pinjaman NISP serta jaminan tanah dimana bangunan tersebut didirikan, sambil berharap dapat menjual tanah mereka di Medan. Namun rumah belum selesai, tanah di Medan tetap tak terjual. Situasi ini menyebabkan terbitnya surat peringatan penyitaan, surat itu membuat Ayah shock dan tak tahu harus berbuat apa, Ibu akhirnya memutuskan untuk pergi ke Medan meninggalkan kami semua dan bertekad bertahan di Medan sampai dengan tanah terjual. Syukur akhirnya setelah tiga bulan Ibu berhasil menjual tanah tsb, dan dapat membayar hutang kami di NISP.
Setelah melanjutkan membaca, ternyata saya kembali merasa di “dekat” kan dengan buku ini, membaca salah satu sekolah yang disebutkan dimana orang tua Karmaka pernah mengajar adalah sekolah Cina di sekitar jalan Gardu Jati namun diambil alih Pemerintah dan dijadikan sekolah umum, meski tidak yakin apakah ini sekolah yang sama dimana saya pernah bersekolah dulu, setahu saya SMAN 4 Bandung sekolah saya dulu menempati bangunan yang dulunya merupakan sekolah yang diambil alih pemerintah dari sekolah dasar Cung Hwi.
Kembali melanjutkan membaca, dan baru saya tahu salah satu bisnis keluarga Karmaka adalah laboratorium Bio Test, yang dipimpin langsung oleh istri-nya dan beberapa anak2nya yang memang memiliki pendidikan dokter. Pada saat ini klinik yang dikelola istri saya juga memiliki hubungan kerja sama dengan Bio Test, jadi lengkap sudah “kedekatan” saya dengan tokoh yang yang diangkat oleh Dahlan Iskan dalam buku ini.
Baiklah kembali ke laptop eh maksudnya buku, cerita tentang sosok Karmaka ini memang sudah diniatkan oleh Dahlan saat beliau bertemu dengan Karmaka yang menyempatkan diri berkunjung ke kantor Dahlan dengan diantar anak-nya. Karmaka yang membaca tulisan Dahlan tentang transplatasi hati, berusaha menasehati Dahlan agar tidak “sembrono” dalam kesehatan, karena Karmaka sendiri ternyata pernah mengalami hal yang sama, dan bahkan bukan cuma hati, melainkan ginjal. Apakah transplatasi ginjal ini ada kaitannya dengan obat2an hati yang terus menerus diminum untuk menetralisir efek samping penolakan terhadap organ hati, sayang-nya tak dijelaskan dalam buku ini.  Mendengar cerita Karmaka yang dahsyat, Dahlan merasa malu, bahwa ada orang yang lebih “tragis” riwayat hidupnya tetapi justru tidak punya buku. Dahlan lalu berjanji untuk menulis buku itu bagi dirinya, Karmaka dan para pembaca buku ini kelak. Berbeda dengan tulisan Dahlan yang biasanya kocak, buku kali ini lebih serius.
Secara umum buku ini berkisah tentang orang tua Karmaka, lalu Karmaka sendiri mulai dari sejak bayi dan terkatung katung di laut karena menderita diare dan di karantina oleh penjajah Belanda, menikah dengan putri pendiri NISP, meninggalnya sang adik justru setelah “hampir” menjadi dokter spesialis, sebagai buruh di pabrik tekstil, sebagai guru, sampai akhirnya diminta mertua untuk membangun kembali NISP yang perlahan diambil alih oleh orang2 kepercayaan mertua namun akhirnya berkhianat. Jangan kira NISP langsung bangkit kembali dan lantas sukses seperti yang kita kira. Pada saat pemotongan uang di zaman Soekarno krisis menimpa NISP, bahkan Karmaka sempat bunuh diri untuk pertama kalinya (kenapa saya sebut pertama, karena masih ada percobaan bunuh diri yang kedua) meski gagal, dan akhirnya bertekad membangun kembali NISP, juga saat2 dimana beliau menjadi korban penculikan, menjadi sasaran rencana pembunuhan dan meninggalnya putra-nya yang sempat menjadi dokter teladan.
Rasanya tidak salah Dahlan memutuskan untuk menulis buku ini, jalan hidup Karmaka adalah potret jatuh bangun sosok yang ada di balik kesuksesan NISP yang dapat menjadi inspirasi bagi kita semua. Buku ini adalah tentang kejujuran, kerja keras, pengorbanan, arti keluarga, keajaiban dan semangat yang tak pernah padam.





No comments: