Thursday, September 15, 2016

Perjalanan ke Dieng #7 dari 7 : Kembali ke Bandung



Sampai jam 07:00 di homestay, kami minta tolong Mas Gofir membawakan Nasi Goreng dari Warung Bu Yati. Setelah sarapan dan bersiap maka kami meninggalkan homestay sekitar jam 10:00 dan menyempatkan untuk membeli beberapa kekurangan oleh-oleh.  Sekitar jam 11 kami meninggalkan Dieng, sekaligus meninggalkan liburan kali ini yang terasa sangat berkesan.


Oleh-oleh Carica, Kacang Babi, Jamur, Sagon, dll
Karena jalan yang curam, dan turun terus menerus, kuatir membebani rem secara berlebihan terpaksa saya menggunakan mode tiptronik di gigi 1 atau 2 agar dapat efek engine break. Sambil jalan karena ingin mencoba lewat utara, saya menelepon salah satu sahabat komunitas ID Sportage yakni Sigit Priambodo, dan beliau menyarankan lewat Purbalingga.


Rute Utara Via Purbalingga dan Cipali

Soto Unik dan Es Pak Kasdi di Jembatan Klawing

Di jalan memasuki pinggiran Purbalingga kami sempat  membeli salak yang dijual di sepanjang jalan, saat awal rasanya cukup asam namun segar, namun semakin kesini malah semakin manis. Masuk Purbalingga, Sigit via Whatsapp mengingatkan untuk makan siang Soto, Es Kopyor serta Es Duren Pak Kasdi depan Kodim sebelum Jembatan Klawing. Sekitar jam 13:30 akhirnya kami menemukan lokasi dimaksud. Soto nya unik karena menggunakan taburan kacang tanah goreng dan biasanya dimakan dengan ketupat, sementara Es Duriannya, menggunakan durian yang matang, empuk dan manis. Setelahnya Si Bungsu sempat komplain karena setiap saya sendawa maka aroma durian menyerang penumpang lainnya.

Es Duren Pak Kasdi

Soto Sapi Kacang Jembatan Klawing


Sigit yang sepertinya penggemar Batu Akik menjelaskan kalau Pak Kasdi biasanya jualan akik juga, yang dikenal dengan nama Akik Klawing, dengan jenis batu Naga Sui atau istilah baratnya Blood of Christ. Namun geolog mengenalnya dengan Red Jasper, namun sayangnya saya hanya penggemar Es Duren dan bukan Batu Akik he he he.

Dua Pohon Kembar Purbalingga

Perjalanan berikutnya menuju Pemalang, tak sabar saya lalu langsung memasukkan Brebes di GPS, entah karena langsung ke Brebes sepertinya GPS mengarahkan kami ke jalan-jalan kecil dan sempit. Lalu jalan semakin tampak aneh dan sepi. Sekumpulan anak muda desa yang sebagian menggunakan anting dengan berbagai motor bebek modifikasi terpaksa kami tanyai untuk menjelaskan arah yang kami tuju, karena GPS mulai menunjukkan fenomena Ouroboros Dragon, alias ular yang memakan ekornya alias peta yang berputar-putar di tempat yang sama.

Sawah di Perbatasan Purbalingga

Desa Bantarbarang Kelahiran Jenderal Soedirman

Tak lama kami menemukan Gapura dengan tulisan Selamat Datang di Desa Bantarbarang, Tempat Kelahiran Jenderal Soedirman. Lalu melewati monumen ke kanan setelah beberapa kilometer sementara bahan bakar tinggal satu bar, dan lagi-lagi kedua GPS menunjukkan keanehan, GPS mobil menunjukkan arah lurus, sementara GPS handphone menunjukkan ke jalan rusak berukuran kecil menanjak ke kanan. Bertanya pada seorang petani tua, beliau menjelaskan sebaiknya kami putar balik karena jembatan kearah jalan yang lurus sedang diperbaiki dan tak dapat dilewati. Untung saja kami tidak melewati tempat terpencil ini di malam hari. 

Pohon Meranggas Menjelang Pemalang #1


Melewati monumen Soedirman kembali kami bertanya pada dua pemuda desa yang tengah pacaran, bagaimana caranya ke Pemalang, namun mereka juga ternyata tidak tahu. Lalu kami kembali melintasi jalan yang sudah kami lewati sebelumnya, namun anehnya kami berpapasan dengan beberapa mobil berplat B. Ragu dan akhirnya kami kembali bertanya pada pekerja di sebuah toko material. Sambil menuliskan peta kasar di tanah, mereka menjelaskan agar kami kembali ke depan Monumen Soedirman belok kiri lalu persis sebelum gerbang belok ke kanan, jalannya jelek jelas mereka, namun setelahnya bisa dilalui dengan lancar.  Alhamdulillah dengan kondisi bahan bakar yang tinggal setengah bar, akhirnya kami bisa menemukan SPBU, yang langsung saya isi full sd 270 ribu atau sekitar 40 liter.

Pohon Meranggas Menjelang Pemalang #2
Menjelang malam sebenarnya kami sempat mencari-cari Sate Blengong (kuliner khas Brebes yang merupakan poerkawinan campuran antara Bebek dan Entok), yang ternyata masih tutup karena libur Iedul Adha, akhirnya dengan perut keroncongan kami terpaksa masuk pintu tol Brebes Timur. Saya langsung melaju dengan kecepatan sekitar 100 sd 140 km perjam. Setelah sempat masuk Rest Area pertama yang masih belum selesai, lalu kami makan malam di Restoran Simpang Raya, di Rest Area berikutnya km 208. Sepanjang jalan tol ini sekitar tujuh kali kami harus mengerem mendadak karena ada penyempitan menjadi satu jalur, dan harus ekstra waspada karena kontur jalannya yang bergelombang. Jalan tol ini juga tidak informatif karena beberapa petunjuk menuju Bandung justru dipasang di km 170 an, padahal yang dimaksud sepertinya adalah rute non tol menuju Bandung. Sementara kalau ke Bandung secara langsung sebenarnya sudah dimungkinkan tanpa perlu keluar tol sama sekali.  

Pada awalnya saya menggunakan kata Purbaleunyi sebagai acuan papan informasi tol, namun ternyata di kilometer sekian mendadak berubah menjadi Cipularang, karena menghindari kata-kata Bandung Exit, alhasil lagi-lagi kami menyasar menuju Jakarta, sehingga terpaksa keluar di Km 55 pintu Krawang Timur lalu masuk kembali menuju Bandung lewat gerbang tol yang sama. Sekitar jam 23:00 akhirnya kami sampai ke rumah setelah menempuh hampir sekitar 600 km dengan total waktu 12 jam. Hemm perjalanan yang mengasikkan dan kejutan bahwa dalam 2 hari 2 malam stamina saya masih memungkinan untuk menyetir selama hampir 24 jam dan mendaki dua bukit di sekitar Dieng.

Untuk jalan-jalan sebenarnya ada tiga alternatif, pertama; pakai jasa biro travel secara penuh dimana perjalanan sudah diatur dan kalau melibatkan rombongan maka kita harus mengabaikan destinasi pribadi, kedua; memilah mana yang bisa kita lakukan sendiri dan mempercayakan pada guide setempat untuk hal-hal lainnya, sehingga itinerari dan biayanya lebih fleksibel, dan yang ketiga; sepenuhnya dilakukan sendirian, sehingga banyak effort tambahan seperti mencari tempat menginap, namun sangat bebas dalam menentukan destinasi. 

Di tempat seperti Dieng yang memiliki banyak pilihan obyek wisata, sepertinya lebih pas menggunakan model kedua. Si Sulung dengan komunitas bikersnya ternyata hanya ke Sikunir dan Sikidang karena kekurangan informasi, lalu menurutnya sepanjang jalan berkali kali terkena berbagai macam retribusi. 

Meski belum sempat ke Sikunir untuk melihat sunrise, juga Telaga Menjer dan Tuk Bimolukar, namun perjalanan kami sudah harus berakhir. Namun setidaknya Candi Dieng, Gardu Pandang Tieng, Dieng Theater, Telaga Warna, Bukit Sidengkeng, Batu Pandang, dan Kawah Sikidang sudah kami jelajahi dalam perjalanan menyenangkan ini. 


Informasi rute Dieng – Bandung (via Utara)

Rute #1 

Dieng 
Batang Rute #1 
Tegal 
Brebes (via Tol Cipali melewati Cirebon dan Subang) 
Bandung

Rute #2 

Dieng 
Wonosobo 
Purbalingga 
Tegal 
Brebes (via Tol Cipali melewati Cirebon dan Subang) 
Bandung

Informasi rute Bandung – Dieng (via Selatan)

Rute #3 

Bandung (via Tol Purbaleunyi) 
Tasikmalaya 
Banjar 
Purwokerto 
Banjarnegara 
Wonosobo 
Dieng 

2 comments:

Unknown said...

Saya januari mo maen ke dieng jg pak..saya lg baca2 nih blog bapak. Btw penginapannya permalam berapaan pak? Thanks -angga

Husni I. Pohan said...

Kalau yang kemarin sekitar 250.000 per malam, sepertinya harganya berubah ubah tergantung musim libur, week end atau week day. Selamat berlibur ya :)