Tuesday, September 25, 2018

Mengenang Kak Eli - Jualan di Klinik Nadhifa Al Ghiffari


Tahun 2014, saat anak bungsunya Zahra yang memang fokus di dunia musik diterima di SMKN 10 Bandung, Kak Eli atas izin Mas Parno,  memutuskan untuk mendampingi anaknya di Bandung. Rencananya setelah 3 tahun, Kak Eli akan kembali ke Batu, Malang.  Karena tempat kos Zahra di Kawasan Cijawura Hilir relatif kecil, Kak Eli memilih tetap tinggal di rumah Ibu, lalu bolak balik dari Awiligar ke Cijawura Hilir nyaris setiap hari, menempuh sekitar 26 km pp dengan waktu total hampir dua jam. 

SMLKN10 yang cuma berjarak sekitar 4 km dari klinik yang aku kelola bersama istri, menyebabkan Kak Eli akhirnya tertarik berjualan di klinik tsb. Kebetulan Juni 2014, aku dan istri baru saja buka usaha ini, setelah dibangun sejak pertengahan tahun 2013. Di salah satu pojok depan (persis di depan ruangan bidan), akhirnya Kak Eli memutuskan membuka outlet 2x2 meter, dengan berbagai produk makanan dan minuman. Kak Eli juga berjualan balon bagi pasien anak-anak yang perlu dibujuk untuk menjalani terapi. 

Meski ada pebisnis yang tertarik jualan di lokasi tsb dengan membayar sewa, aku dan istri menolaknya dan lebih memilih Kak Eli untuk dapat mendayagunakan lokasi tersebut sebagai outlet tanpa mesti membayar uang sewa. Aku dan istri juga menawarkan Kak Eli untuk mengelola instalasi gizi, khususnya bagi pasien rawat inap, sayang Kak Eli belum bisa fokus, karena sering harus mengawal Zahra konser, sehingga terpaksa istri menangani instalasi gizi kembali. 

Kadang Kak Eli juga berjualan produk makanan hasil karya sendiri atau berdasarkan pesanan. Salah satu produk unggulannya adalah roti mentega ala Roti Boy, yang kebetulan memiliki pabrik di dekat rumah Ibu. Saat berjualan ini, karena pembawaanya yang ramah, Kak Eli mendapatkan banyak sahabat dari kalangan pasien. Setelah meninggal, cukup banyak pasien yang kehilangan Kak Eli dan bertanya pada istriku. 

Saat berjualan disini, Kak Eli sering istirahat di salah satu kamar Rawat Inap (jika sedang tidak ada pasien), di antara shift pagi dan shift malam yang berjarak sekitar 5 jam. karena kalau harus bolak balik ke Awiligar bisa menghabiskan 2 jam sendiri. Sayangnya sekitar 2016 saat istirahat di Rawat Inap, sepeda motor Vario putih yang baru yang dibelikan Mas Parno untuk Kak Eli, hilang dicuri orang. Kak Eli akhirnya membeli sepeda motor Vario bekas berwarna merah milik Abangnya Edi,  supir yang sehari-hari bekerja di klinik. Motor inilah yang Kak Eli bawa tanggal 9 Agustus 2018, dimana Kak Eli akhirnya berpulang akibat kecelakaan lalu lintas. 

Ada banyak karyawan yang menganggap Kak Eli layaknya Ibu mereka sendiri, termasuk Nurma salah satu bidan, Edi yang sehari hari bekerja sebagai sebagai supir, Ikhsan, fisioterapis yang seringkali menjadi rekan Kak Eli  dalam mengaji Quran dan bahkan sampai Kiki yang sehari-hari bertugas sebagai Cleaning Services. Saat Kak Eli meninggal, para karyawan klinik datang dalam 2 rombongan untuk berziarah, termasuk Nurma yang jauh-jauh sengaja datang dari Garut. 

Kalau kebetulan pada Hari Sabtu, aku sudah di Bandung, aku dan istri sering mengajak Kak Eli makan siang bersama di rumah kami. Pada hari lain jika kebetulan sedang tidak memasak, istriku dan Si Bungsu yang bergantian mengajak Kak Eli makan di luar rumah. Salah satu tempat favorit kami adalah Bakmi Naga di Transmart, terusan Buahbatu,  yang sayangnya sekarang ini sudah tutup. Kadang Kak Eli membawakan gule ayam kampung yang dia masak sendiri, juga kerupuk singkong dengan bumbu cabe dan udang rebon masakan Ibu, yang sangat disukai Si Bungsu. Kadang Si Bungsu masih teringat suasana makan siang bersama bibinya alias Kak Eli, yang selalu penuh dengan keceriaan, kehangatan dan bumbu humor. 

Setelah Kak Eli meninggal. etalase outletnya atas permintaan dan izin anak dan Mas Parno suaminya kami wakafkan pada aktifis masjid sekitar klinik, untuk dapat digunakan dan semoga menjadi amal yang berkesinambungan bagi beliau. 

No comments: