Sepak terjang Ayah saat di Babat, Kabupaten Lamongan ternyata diperhatikan oleh aktivis PNI. Suatu waktu Ayah diajak ke Surabaya oleh seorang teman-nya untuk makan2 enak. Ayah yang memang suka makan menyambut ajakan ini. Namun ternyata itu merupakan acara PNI yang sedang menyusun organisasi sampai ke tingkat kabupaten. Ayah yang sedang makan kaget mendengar dirinya dicalonkan oleh PNI sebagai Ketua Ranting Kabupaten Lamongan.
Namun situasi berubah, PNI pecah menjadi dua yaitu PNI Osa - Usep dan PNI Ali - Surahman, dimana PNI Ali - Surahman yang diduga disusupi PKI (massa yang tidak suka menyebutnya PNI ASU, maaf-red). Ayah memutuskan bergabung dengan PNI Osa - Usep. Saat pemberontakan G30S, PNI Ali - Surahman babak belur, dan Ayah yang sempat masuk nomor 13 daftar sasaran PKI, di usulkan oleh untuk menjadi Ketua DPRD Lamongan secara aklamasi dan berpeluang besar untuk menjadi bupati.
Saat itu, Ibu cerita Ayah diiringi banyak orang dan digendong di pundak salah satu pendukung fanatik-nya dalam salah satu acara yang melibatkan massa dalam jumlah besar disertai yel2 Pohan! Pohan !...dst. Namun Ibu menolak memberikan izin, sehingga akhirnya Ayah kembali fokus pada posisi-nya semula, yakni sebagai karyawan Pos dan Giro.
Kadang Ibu sering menyesal tidak memberikan dukungan tersebut, karena karir Ayah di Pos dan Giro memang tidak begitu mulus. Ayah yang kreatif dan demokratis tidak sesuai dengan suasana kantor yang birokratis. Kata Ibu, kalau saja saat itu diberikan izin, Ayah paling tidak mungkin sudah jadi bupati.
No comments:
Post a Comment