Pengantar : Tulisan ini merupakan satu dari sekian tulisan almarhum Ayah saya Saiful Parmuhunan Pohan, yang telah berpulang di bulan Juli tahun 2002, namun tulisan-nya yang mengalir, dan penuh dengan ide masih sangat relevan dengan kekinian. Saya dedikasikan bagi almarhum semoga bermanfaat bagi kita yang masih hidup dan menjadi amal baik bagi-nya di alam sana. Untuk bahasan kali ini adalah mengenai manajemen gotong royong yang terdiri dari 7 bagian, yaitu pengantar, makna, contoh, sumber dana, administrasi dana, promosi serta penutup dan terdiri dari 16 tulisan.
Teoritis hasil hutan baik kayu dan non-kayu tidak pernah habis, jika rasio antara yang boleh ditebang dengan yang harus ditanam dapat dipertahankan. Masalah ini menyangkut ragamsilang (variabel) antara umur siap panen dari jenis kayu tertentu, biaya produksi dan hasil jual, biaya penghutanan kembali (pembibitan dan pemeliharaan) baik untuk sekedar pelestarian atau bahkan keinginan agar hutan bertambah 10 atau 20 persen dengan mempertimbangkan persentase kemungkinan tumbuh, adalah PR yang sangat menantang melelahkan namun mengasyikkan bagaikan main catur.
Catatan terakhir mengatakan bahwa kita mempunyai (baca, berkewajiban) menanam 30 juta HA lahan yang harus dihutankan. Tiga miliar bibit, lima belas juta petani yang membutuhkan upah 36.000.000.000.000,- (tiga puluh enam trilliun) pertahun belum termasuk bibit dan pupuk. Memilah-milah 400 macam bibit, bibit mana untuk lokasi mana, sistem koperasi yang harus dibuat, sistem penggajian para petani, pengawasannya.
Berhadapan dengan itu tidak seorang petani pun bersedia menjadi penggarap hutan. Perusahaan hutan yang “slow yielding” yang baru panen puluhan bahkan ratusan tahun tidak memungkinkan seorang petani menggarapnya. Baiklah dicatat bahwa menurut “omongan” seorang ahli, bangsa ini bisa hidup hanya dari hasil hutan.
No comments:
Post a Comment