Suatu hari di Denpasar, Ayah yang memang jarang membawa SIM dan STNK di hentikan oleh polisi yang sedang razia, namun Ayah dengan mantap-nya langsung bertanya dengan suara menggelegar di dukung dengan penampilan kumis-nya yang tebal kaku, “Siapa nama ?” polisi yang kaget menjawab dengan terbata-bata, lalu Ayah melanjutkan “Siapa atasan mu ?” polisi tersebut kembali menjawab dengan terbata bata “Sujo jo jooono pak”, lalu dilanjutkan oleh Ayah “Oke, salam buat pak Jono ya, bilang dari pohan !”. “Baik pak” jawan pak polisi yang masih kaget, dengan cara Ayah berkomunikasi. Dan Ayah pun melenggang kabur dengan motor-nya.
Ayah memang sangat “pede”, lagaknya seakan akan dia orang paling penting, dan selalu melangkah kemanapun dengan percaya diri. Aku masih ingat foto2 hitam putihnya sedang menjadi inspektur upacara di lapangan luas yang dihadiri seribuan peserta. Bisa jadi “pede”ini diakibatkan ketika beliau sudah merantau ke Yogyakarta dalam usia yang masih sangat muda.
Ayah juga pernah ditawarkan menjadi bupati saat di Babat, dan didukung ribuan massa PNI, namun Ibu menolak, padahal ini sebenarnya posisi yang pas bagi Ayah, yang selalu mampu memikat orang dengan kata2nya dan didukung hobi-nya membaca.
No comments:
Post a Comment