Secara sinematografi, film Hanny R. Saputra ini layak mendapat ancungan jempol, pemilihan warna, setting kampung di sumatera barat tahun 1920 an, setting pasar tradisional, setting surau termasuk kincir air besar (yang konon memang dibuat secara serius di desa Gonjong Seribu, Solok Selatan, dan lantas dihibahkan bagi penduduk kampung yang menjadi lokasi shooting) dan yang cukup mengagetkan suasana Mekkah digambarkan dengan cukup detail dan menarik lewat teknologi CGI.
Hanya saja penempatan beberapa produk yang terasa memaksa seperti Kacang Garuda, Baygon, Chocolatos, sangat menganggu, dan “mengotori” artistik film ini. Apalagi dimunculkan berkali kali seakan akan kuatir jika penonton tidak “ngeh” terhadap produk2 ini. Hal ini mengingatkan saya akan penempatan iklan dalam Adzan, yang baru2 ini menjadi pembicaraan diantara masyarakat.
Untuk kualitas akting, Didi Petet bermain baik, demikian juga Leroy Osmani dan Widyawati, khusus-nya buat Jenny Rachman patut dapat ancungan jempol. Sedangkan dua bintang muda Laudya bermain dengan baik meski tidak luar biasa sedangkan Herjunot Ali terlihat sekali bermain habis-habisan dalam film ini, sebuah upaya yang patut diancungi jempol meski suara tertawanya saat adegan di pantai bersama Zaenab (yang diperankan Laudya) agak sedikit menganggu (dan mengingatkan saya akan suara tertawa ganjilnya tokoh ayah dalam trilogy “Back To The Future”). Demikian juga adegan pacaran malam hari yang terlalu lama dan lebih terkesan agak sedikit “gila” dibanding romantis, dan tidak kalah memaksanya adegan menari dibawah hujan dengan disaksikan orang2 di pasar, mengingatkan saya akan film india. Sebaliknya adegan saat ibu-nya Hamid meninggal dalam pelukan Hamid ketika tengah diatas delman, yang berhenti di tepi kerimbunan hutan, cukup dramatis.
Salut buat Buya HAMKA, ulama sekaligus sastrawan yang karyanya masih bisa kita nikmati di 2011 ini, sekaligus mengingatkan generasi saat ini, bahwa karya bagus tidaklah mengenal masa, dia akan selalu indah kapanpun juga, meski mengangkat tema “kasih tak sampai” yang mana saat itu menjadi trend, dan saat ini mungkin justru terdengar ganjil. Akhir kata, rasanya kualitas bangsa ini dalam seni, memang sesuatu yang membanggakan, semoga Film Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Hanya saja penempatan beberapa produk yang terasa memaksa seperti Kacang Garuda, Baygon, Chocolatos, sangat menganggu, dan “mengotori” artistik film ini. Apalagi dimunculkan berkali kali seakan akan kuatir jika penonton tidak “ngeh” terhadap produk2 ini. Hal ini mengingatkan saya akan penempatan iklan dalam Adzan, yang baru2 ini menjadi pembicaraan diantara masyarakat.
Untuk kualitas akting, Didi Petet bermain baik, demikian juga Leroy Osmani dan Widyawati, khusus-nya buat Jenny Rachman patut dapat ancungan jempol. Sedangkan dua bintang muda Laudya bermain dengan baik meski tidak luar biasa sedangkan Herjunot Ali terlihat sekali bermain habis-habisan dalam film ini, sebuah upaya yang patut diancungi jempol meski suara tertawanya saat adegan di pantai bersama Zaenab (yang diperankan Laudya) agak sedikit menganggu (dan mengingatkan saya akan suara tertawa ganjilnya tokoh ayah dalam trilogy “Back To The Future”). Demikian juga adegan pacaran malam hari yang terlalu lama dan lebih terkesan agak sedikit “gila” dibanding romantis, dan tidak kalah memaksanya adegan menari dibawah hujan dengan disaksikan orang2 di pasar, mengingatkan saya akan film india. Sebaliknya adegan saat ibu-nya Hamid meninggal dalam pelukan Hamid ketika tengah diatas delman, yang berhenti di tepi kerimbunan hutan, cukup dramatis.
Salut buat Buya HAMKA, ulama sekaligus sastrawan yang karyanya masih bisa kita nikmati di 2011 ini, sekaligus mengingatkan generasi saat ini, bahwa karya bagus tidaklah mengenal masa, dia akan selalu indah kapanpun juga, meski mengangkat tema “kasih tak sampai” yang mana saat itu menjadi trend, dan saat ini mungkin justru terdengar ganjil. Akhir kata, rasanya kualitas bangsa ini dalam seni, memang sesuatu yang membanggakan, semoga Film Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
No comments:
Post a Comment