Kali ini saya bercerita tentang Sahabat Saya yang kebetulan mencintai seorang wanita. Sayangnya setiap kali dia datang berkunjung ke rumah Sang Wanita, selalu saja rumah tersebut dipenuhi para pria lajang yang bagaikan kumbang mengelilingi bunga. Tapi Sahabat Saya tidak kehilangan akal (maklum kesukaan-nya terhadap segala hal yang berbau militer, telah mengubahnya menjadi pemikir taktis dan strategis).
Jika para kumbang memilih malam minggu untuk datang, maka untuk meminimalkan persaingan, Sahabat Saya memilih Malam Senin, sebuah pilihan yang sangat tepat, karena bahkan dia tidak cuma bertemu dengan Sang Wanita, melainkan juga dengan Ibu dan Ayah-nya. Sehingga lambat laun sosoknya mulai diterima oleh keluarga Sang Wanita.
Akan tetapi waktu terus berlalu, tak jua muncul tanda2 dari Sang Wanita bahwa Sahabat Saya adalah lelaki idaman yang sejak lama ditunggu tunggu. Sedangkan Sahabat Saya tidak cukup kuat untuk menerima penolakan, sehingga memutuskan untuk tidak menyatakan perasaan apapun, serta bersikap pasif sampai dengan adanya sinyal yang lebih kuat dan memungkinkan dia menyatakan perasaan-nya. Sementara Sang Wanita, sebagaimana kebanyakan wanita pada masa itu juga merasa tidak mungkin menyampaikan apa yang dia rasakan, karena dinilai merendahkan dirinya sebagai seorang Wanita.
Akhirnya hubungan ini menjadi tidak jelas, dan Sahabat Saya mulai letih dengan semua ketidak jelasan ini, sehingga akhirnya memutuskan untuk mendekati wanita lain, yang langsung disambut dengan terbuka sehingga segala sesuatunya berjalan lancar dan Sahabat Saya akhirnya memutuskan untuk menikahi wanita lain ini. Singkat kata tibalah saat mengantarkan kartu pada para undangan, dan Sahabat Saya memutuskan untuk mengantar sendiri kartu undangan ke Sang Wanita. Betapa kagetnya Sang Wanita ketika mengetahui Sahabat Saya mengantar undangan untuk menikah dengan wanita lain. Dengan tercekat dia bertanya, “Lantas apa maksud kamu selama ini datang ke rumah, dan berbicara akrab dengan kedua orang tua saya ?”, “Saya pikir kamu mencintai saya, dan memilih saya sebagai istri kamu kelak” lanjutnya. Sahabat Saya tak kurang kagetnya “Loh saya pikir kamu tidak suka, karena saya tidak melihat sinyal2 bahwa kamu menanggapi kehadiran saya”, “Tapi kamu tidak pernah menyatakan apapun” sedu si Wanita. Namun nasi sudah menjadi bubur, kartu undangan sudah jadi, dan sebagian undangan sudah disebar, dan sudah tidak mungkin menarik apa2 yang sudah diucapkan.
Jadi kesimpulan-nya untuk sebuah niat baik, tak perlu menunda untuk mewujudkan-nya sehingga dengan mengetahui jawaban-nya lebih awal, akan membantu kita untuk mempersiapkan yang terburuk. Seperti kata pepatah, berharaplah untuk yang terbaik tetapi bersiaplah untuk yang terburuk.
No comments:
Post a Comment