Monday, September 10, 2012

The Girl Who Played With Fire - Stieg Larsson

Agak aneh juga saya baru membaca buku kedua, setelah sebelumnya menyelesaikan buku pertama dan ketiga dari trilogi milenium ini. Kenapa bisa begitu ?, maklum buku Larsson yang beredar di pasaran kebanyakan adalah hasil produksi 2010, jadi ketersediaan di toko buku cukup langka dan saya tidak bisa memperoleh ketiga-nya sekaligus.  Karena sudah tahu cerita awal dan cerita akhir-nya wajar2 saja jika hasrat untuk menyelesaikan buku ini tidak seperti dua buku sebelumnya, sehingga otomatis agak lambat. Bahkan diantara proses membaca buku ini saya sempat memilih untuk menamatkan sebuah buku lain.



Jika buku pertama dapat disimpulkan sebagai cerita yang berdiri sendiri, tidak demikian halnya dengan buku kedua yang kaitan-nya cukup erat dengan buku ketiga.  Bahkan misteri yang di bangun di buku kedua sebagian besar baru dapat dipecahkan di buku ketiga. Jadi buku kedua ini memang serba tanggung, dan agak aneh rasanya ada reviewer yang menganggap buku kedua lebih baik dari pertama kecuali sekitar 50 halaman terakhir buku kedua yang memang sangat menegangkan.  Saya jadi ingat trilogi “Lord of The Ring” nya Peter Jackson, saat orang menonton episode kedua, kritikus mengatakan sbb; “Rasanya ganjil ada  orang mau membayar untuk menonton Two Towers, sebuah film yang awalnya ada di film sebelumnya, sedangkan akhirnya tidak jelas sampai dengan film ketiga dibuat”.

Tokoh2 yang ada dalam buku kedua ini masih Salander, Blomkvist, Erika, Palmgren, dll sedangkan di pihak lawan ada tokoh2 seperti Alexander Zalachenko (yang merupakan Ayah kandung sekaligus musuh Salander), dll. Seperti biasa Blomkvist lagi2 memamerkan “kelainan”-nya lagi2 berhubungan dengan Harriet Vanger si ahli waris Henrik Vanger, industrialis Swedia yang muncul di buku pertama. Begitu juga dengan Salander yang di awal cerita digambarkan keliling dunia namun juga tebar pesona sekaligus menikmati seorang bocah belasan tahun. Satu2nya tokoh yang terlihat normal adalah Jan Bublanski, inspektur polisi berdarah Yahudi, namun jika harus memilih tokoh normal lain-nya tentu saja Palmgren wali Salander sebelum Bjurman bisa dimasukkan. 

Kali ini Salander dan misteri terbunuh-nya pasangan Mia dan Dag, dimana Dag adalah salah satu kontributor Millenium, sedangkan istrinya Mia adalah seorang peneliti sekaligus kandidat Doktor mengenai human traficking di Swedia yang melibatkan Alexander Zalachenko yang ironis-nya di lindungi olah dinas khusus intelijen Swedia.  Namun korban lainnya juga akhirnya ditemukan, yaitu Bjurman, yang juga adalah wali Salander. Kesemua korban ini akhirnya menyeret Salander seakan akan sebagai pelaku tunggal dan diperkuat dengan latar belakang Salander yang kelam. Namun diantara tuduhan yang bertubi tubi, sebagian kecil orang termasuk Blomkvist tetap percaya bahwa Salander justru seorang korban, dan berusaha membuktikan dugaan mereka tsb.

Pada beberapa literatur yang saya baca, jadi lebih jelas kenapa karya Larsson cenderung terkesan “feminist”, ternyata hal ini dipicu oleh peristiwa dalam hidupnya saat melihat penganiayaan seksual dan brutal sekelompok gang pada seorang gadis. Penyesalan karena membiarkan hal itu terjadi, menyebabkan Larsson tak dapat melupakan-nya dan sekaligus seakan akan malam wisuda-nya sebagai seorang feminist atau pejuang hak2 wanita.  

                                                               

No comments: