Malam itu sambil duduk berangkulan, Brida dan Lorens
memandangi kapal-kapal, yang melintasi sungai. Lalu memandangi langit musim
semi yang penuh bintang. “Coba lihat langit itu”, kata Lorens, mengelus
rambutnya, “apa yang kita lihat sekarang sama dengan wajah langit, ribuan tahun
lalu”. “Kebanyakan bintang2 itu sudah mati, tapi cahaya mereka masih mengisi
alam raya, bintang bintang lain terlahir amat jauh, dan cahaya mereka belum
bisa mencapai tempat kita berada”.
Kutipan diatas (saya modifikasi sedikit) menggambarkan salah satu situasi yang terjadi, antara Brida sebagai tokoh utama dan Lorens pacar-nya. Tetapi kalau anda mengira akan seasyik ini semuanya, anda salah besar. Pada novel kedua Coelho yang saya baca ini, alur-alur ala “The Alchemist” hilang. Pada Brida, kita seakan dibawa melayang ke alam surealis.
Pada alam ini tidak lagi jelas mana yang nyata dan mana yang mimpi, mana yang benar dan mana yang salah. Cerita-nya sendiri mengenai Brida seorang gadis cantik yang terobsesi untuk menjadi penyihir, dan dia memilih dua orang guru masing2 wanita (Wicca) dan pria (Magus), yang mewakili dua tradisi atau jalan untuk menjadi penyihir, yaitu tradisi Bulan dan Matahari. Tak jelas benar bagaimana Coelho dapat terinspirasi menulis dunia ini, karena ritual2nya ditulis dengan cukup detail, dan tidak jelas apakah imajinasi atau Coelho memang mengetahui dunia “abu-abu” ini.
Brida digambarkan harus menjalani kompleksitas dalam memilih jalan hidup, spritualisme, cinta dan mengeksplorasi dirinya sendiri, serta berani mengambil risiko kegagalan, kekecewaan, kehilangan arah, tapi tak pernah berhenti dalam pencarian.
Lokasi peristiwa ini digambarkan disekitar Dublin dan hutan serta reruntuhan kastil atau gereja disekitarnya, dan tradisi yang digambarkan sepertinya mengacu pada budaya Celtic. Setting waktu adalah pada masa kini, dimana hal-hal modern seperti restoran masakan Jepang sudah ada dimana-mana. Buku ini cukup sulit dicerna, meski saya hanya perlu waktu sekitar 1x24 jam membaca buku Stieg Larson yang nyaris 1000 halaman, tetapi buku Coelho memerlukan 4x24 jam padahal cuma 232 halaman. Hanya yang punya minat khusus pada sastra yang cocok membaca buku ini, dan untuk pembaca normal tidak saya rekomendasikan.
Kutipan diatas (saya modifikasi sedikit) menggambarkan salah satu situasi yang terjadi, antara Brida sebagai tokoh utama dan Lorens pacar-nya. Tetapi kalau anda mengira akan seasyik ini semuanya, anda salah besar. Pada novel kedua Coelho yang saya baca ini, alur-alur ala “The Alchemist” hilang. Pada Brida, kita seakan dibawa melayang ke alam surealis.
Pada alam ini tidak lagi jelas mana yang nyata dan mana yang mimpi, mana yang benar dan mana yang salah. Cerita-nya sendiri mengenai Brida seorang gadis cantik yang terobsesi untuk menjadi penyihir, dan dia memilih dua orang guru masing2 wanita (Wicca) dan pria (Magus), yang mewakili dua tradisi atau jalan untuk menjadi penyihir, yaitu tradisi Bulan dan Matahari. Tak jelas benar bagaimana Coelho dapat terinspirasi menulis dunia ini, karena ritual2nya ditulis dengan cukup detail, dan tidak jelas apakah imajinasi atau Coelho memang mengetahui dunia “abu-abu” ini.
Brida digambarkan harus menjalani kompleksitas dalam memilih jalan hidup, spritualisme, cinta dan mengeksplorasi dirinya sendiri, serta berani mengambil risiko kegagalan, kekecewaan, kehilangan arah, tapi tak pernah berhenti dalam pencarian.
Lokasi peristiwa ini digambarkan disekitar Dublin dan hutan serta reruntuhan kastil atau gereja disekitarnya, dan tradisi yang digambarkan sepertinya mengacu pada budaya Celtic. Setting waktu adalah pada masa kini, dimana hal-hal modern seperti restoran masakan Jepang sudah ada dimana-mana. Buku ini cukup sulit dicerna, meski saya hanya perlu waktu sekitar 1x24 jam membaca buku Stieg Larson yang nyaris 1000 halaman, tetapi buku Coelho memerlukan 4x24 jam padahal cuma 232 halaman. Hanya yang punya minat khusus pada sastra yang cocok membaca buku ini, dan untuk pembaca normal tidak saya rekomendasikan.
No comments:
Post a Comment