Buku ini sudah nangkring cukup lama dalam rak buku saya,
bahkan saya masih terus membeli karya Coelho yang lain seperti Brida, The
Pilgrimage, Eleven Minutes, The Devil and Miss Prym, dll meski belum sempat membacanya
. Namun baru beberapa hari yang lalu akhirnya saya tamatkan. Berbeda dengan
kebiasaan saya yang membaca buku secara sekuensial, kali ini buku kedua dari trilogi
millenium-nya Stieg Larsson saya tinggal sementara karena jenuh membaca
berbagai kelainan seksual dalam karakter tokoh2nya, dan mencoba fokus
menyelesaikan karya Coelho pertama saya.
Buku ini tipis saja, cuma sekitar dua ratus halaman, mengisahkan seorang gembala, seorang Pemuda yang bernama Santiago yang memiliki mimpi dan memutuskan untuk mewujudkan-nya dan meninggalkan comfort zone-nya di Spanyol dan menuju Mesir untuk menemukan Piramida yang muncul berkali kali dalam mimpinya. Disepanjang jalan dia menemukan berbagai macam karakter unik, dan semakin membuat dia yakin akan penting-nya mewujudkan mimpi. Buku ini ditulis dengan gaya dongeng campur realita, berbicara mengenai kesulitan hidup namun juga mengisahkan keajaiban ala dongeng.
Membaca buku ini lagi2 mengingatkan saya akan mestakung, alias semesta mendukung, karena begitu kita berikrar akan muncul berbagai pertanda disepanjang jalan hidup kita sehingga membuat kita semakin dekat pada apa yang kita impikan. Kalimat ini muncul berkali kali khususnya dari The Alchemist, sosok yang akhirnya di jumpai si gembala dalam perjalanan-nya. Ini juga mengingatkan saya saat berencana membeli mobil merk tertentu, mendadak sepanjang jalan kita akan menemukan mobil yang sama / petunjuk tentang mobil tersebut dengan berbagai warna, kenapa hal ini terjadi ? saya rasa ini lah rahasia dari ikrar atau niat.
Cobaan yang dialami Si Gembala cukup berat, mulai dari kehilangan seluruh hartanya, harus berhenti dan bekerja paruh waktu di sebuah toko kristal, dan sukses menerapkan “blue ocean” dengan menggunakan teh campur mint sebagai cara menjual peralatan minum kristal di salah satu puncak bukit di perbatasan Spanyol dan Afrika. Menempuh gurun yang gersang, terjebak badai di salah satu oase dan lagi2 kehilangan seluruh hartanya, sampai akhirnya menemukan harta terbesar dalam hidup-nya ternyata adalah hatinya sendiri.
Salah satu kisah menarik dalam buku ini adalah cerita tentang seorang lelaki yang melakukan perjalanan sulit dan berat puluhan hari untuk mencari kebahagiaan dan lalu menemukan Istana. Ketika dia berbicara dengan penguasa Istana mengenai kebahagiaan, maka si penguasa memberikan sendok dengan cairan yang tidak boleh tumpah dan memintanya mengelilingi Istana dan lalu menemui Sang Penguasa setelahnya. Si Lelaki berkonsentrasi menjaga agar isi sendok tidak tumpah sekaligus mengabaikan semua keindahan yang ada di Istana, seperti lukisan2 indah, keramik2 cantik, arsitektur dan taman2 yang cantik. Lalu si Penguasa mengeritiknya, karena dia mengabaikan hal2 indah dalam hidupnya yang diibaratkan sebagai istana tadi. Lalu si Penguasa kembali memberikan tugas, dan memintanya fokus pada keindahan Istana, Si Lelaki kembali dengan sendok kosong, melihat Si Lelaki lagi2 gagal dalam misi-nya lalu Sang Penguasa menasehati Si Lelaki bahwa makna kebahagiaan sejati adalah menikmati hidup yang diberikan, namun tetap tidak melupakan tugas utama sebagai manusia, dan semua yang mampu menjaga keduanya akan menemukan makna kebahagiaan.
Topik menarik lainnya adalah interseksi antara budaya Moor (arab) yang bersinggungan dengan budaya Spanyol, bahkan Coelho pengarang Brazil yang sempat masuk RS Jiwa tiga kali ini (karena konflik dengan orang tua-nya), menunjukkan kefasihan-nya mengenai rukun islam, dan sepinya pasar yang mendadak ditinggalkan para pedagang karena mendengar panggilan sholat, dalam rangka menjaga keseimbangan dunia dan akhirat. Persinggungan tersebut digambarkan juga saat Si Pemuda akhirnya menemukan cintanya pada sosok Fatima, seorang gadis gurun sebagai klimaks interaksi antara Moor dan Spanyol. Hemm buku yang aneh sekaligus menarik untuk dibaca dan saya tutup dengan dialog The Alchemist dengan Si Pemuda yaitu
"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu. "Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada."
Buku ini tipis saja, cuma sekitar dua ratus halaman, mengisahkan seorang gembala, seorang Pemuda yang bernama Santiago yang memiliki mimpi dan memutuskan untuk mewujudkan-nya dan meninggalkan comfort zone-nya di Spanyol dan menuju Mesir untuk menemukan Piramida yang muncul berkali kali dalam mimpinya. Disepanjang jalan dia menemukan berbagai macam karakter unik, dan semakin membuat dia yakin akan penting-nya mewujudkan mimpi. Buku ini ditulis dengan gaya dongeng campur realita, berbicara mengenai kesulitan hidup namun juga mengisahkan keajaiban ala dongeng.
Membaca buku ini lagi2 mengingatkan saya akan mestakung, alias semesta mendukung, karena begitu kita berikrar akan muncul berbagai pertanda disepanjang jalan hidup kita sehingga membuat kita semakin dekat pada apa yang kita impikan. Kalimat ini muncul berkali kali khususnya dari The Alchemist, sosok yang akhirnya di jumpai si gembala dalam perjalanan-nya. Ini juga mengingatkan saya saat berencana membeli mobil merk tertentu, mendadak sepanjang jalan kita akan menemukan mobil yang sama / petunjuk tentang mobil tersebut dengan berbagai warna, kenapa hal ini terjadi ? saya rasa ini lah rahasia dari ikrar atau niat.
Cobaan yang dialami Si Gembala cukup berat, mulai dari kehilangan seluruh hartanya, harus berhenti dan bekerja paruh waktu di sebuah toko kristal, dan sukses menerapkan “blue ocean” dengan menggunakan teh campur mint sebagai cara menjual peralatan minum kristal di salah satu puncak bukit di perbatasan Spanyol dan Afrika. Menempuh gurun yang gersang, terjebak badai di salah satu oase dan lagi2 kehilangan seluruh hartanya, sampai akhirnya menemukan harta terbesar dalam hidup-nya ternyata adalah hatinya sendiri.
Salah satu kisah menarik dalam buku ini adalah cerita tentang seorang lelaki yang melakukan perjalanan sulit dan berat puluhan hari untuk mencari kebahagiaan dan lalu menemukan Istana. Ketika dia berbicara dengan penguasa Istana mengenai kebahagiaan, maka si penguasa memberikan sendok dengan cairan yang tidak boleh tumpah dan memintanya mengelilingi Istana dan lalu menemui Sang Penguasa setelahnya. Si Lelaki berkonsentrasi menjaga agar isi sendok tidak tumpah sekaligus mengabaikan semua keindahan yang ada di Istana, seperti lukisan2 indah, keramik2 cantik, arsitektur dan taman2 yang cantik. Lalu si Penguasa mengeritiknya, karena dia mengabaikan hal2 indah dalam hidupnya yang diibaratkan sebagai istana tadi. Lalu si Penguasa kembali memberikan tugas, dan memintanya fokus pada keindahan Istana, Si Lelaki kembali dengan sendok kosong, melihat Si Lelaki lagi2 gagal dalam misi-nya lalu Sang Penguasa menasehati Si Lelaki bahwa makna kebahagiaan sejati adalah menikmati hidup yang diberikan, namun tetap tidak melupakan tugas utama sebagai manusia, dan semua yang mampu menjaga keduanya akan menemukan makna kebahagiaan.
Topik menarik lainnya adalah interseksi antara budaya Moor (arab) yang bersinggungan dengan budaya Spanyol, bahkan Coelho pengarang Brazil yang sempat masuk RS Jiwa tiga kali ini (karena konflik dengan orang tua-nya), menunjukkan kefasihan-nya mengenai rukun islam, dan sepinya pasar yang mendadak ditinggalkan para pedagang karena mendengar panggilan sholat, dalam rangka menjaga keseimbangan dunia dan akhirat. Persinggungan tersebut digambarkan juga saat Si Pemuda akhirnya menemukan cintanya pada sosok Fatima, seorang gadis gurun sebagai klimaks interaksi antara Moor dan Spanyol. Hemm buku yang aneh sekaligus menarik untuk dibaca dan saya tutup dengan dialog The Alchemist dengan Si Pemuda yaitu
"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu. "Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada."
No comments:
Post a Comment