Wednesday, October 10, 2012

Hari Hari Terakhir Sukarno - Peter Kasenda

Buku karya Peter Kasenda ini enak dibaca, namun sekaligus ironis, mengingat banyak-nya referensi sejarawan asing bahkan terhadap sejarah Bangsa Indonesia sendiri. Artinya jangankan tambang / hasil bumi, atau teknologi (termasuk jutaan mobil yang seluruhnya merupakan produk impor bangsa lain), bahkan untuk sejarah sendiri pun Indonesia masih lebih percaya pada bangsa lain. 
Kasenda mengutip Bradley Simpson,John Rossa,  Malcolm Caldwell (bukan Malcolm Galdwell pengarang Tipping Point), Ersnt Uterecht, John D. Legge, Cindy Adams, Sasaki Shirashi, Ben Anderson, Brian May (bukan gitaris Queen), Ruth Mc Vey, Rex Mortimer, George dan Audrey Kahin, dll. Meski demikian untungnya masih ada beberapa sumber lokal seperti Onghokham juga merupakan bagian dari referensi Kasenda. 
  
Sukarno sendiri pada masanya adalah seorang pemimpin yang berani mengatakan "tidak" pada bangsa lain. Inisiatif beliau pada gerakan Non Blok atau pada momen oleh raga internasional Ganefo, termasuk pelarangan terhadap Freemasonry (seperti yang pernah diungkap Rizky Ridyasmara), adalah merupakan bukti2nya. Dan Suharto justru adalah kebalikan-nya.  
Bahwa Sukarno sebagai bapak bangsa jelas terlihat saat KKO, dan Brawijaya menawarkan bantuan sekaligus basis bagi Sukarno untuk menentang ketidak adilan yang dia rasakan akibat tekanan Suharto, namun apa jawab Sukarno pada Roeslan Abdulgani ? "Sekali lagi cak, relakan saya tenggelam, asal bangsa ini jangan dirobek robek Nekolim dan kaki tangan-nya". 
Buku ini juga membuka peran CIA dalam menjatuhkan Sukarno setelah terbukti beliau tidak bisa dikendalikan sementara saat itu Perang Dingin sedang terjadi antara Sovyet dan Amerika. Kekuatiran terjadinya teori domino komunis mengakibatkan Amerika bermain disamping mengincar penguasaan tambang dan sumber daya alam sekaligus menjebak Bangsa Indonesia pada hutang abadi yang dimuluskan jalan-nya oleh Suharto. Amerika berperan aktif dalam pendidikan militer ribuan perwira sekaligus memasukkan ekonom2 lulusan Berkeley yang kelak dikenal sebagai mafia berkeley di era Suharto untuk menyiapkan Indonesia baru yang lebih mudah dikendalikan.
Apakah Sukarno sepenuhnya benar ? saya rasa tidak, karena keinginan Sukarno untuk mewujudkan NASAKOM lebih seperti mencampur air dan minyak. Sepertinya Sukarno menganggap Komunis yang setelah babak belur dalam peristiwa Madiun 1948 namun bangkit kembali di pemilu 1955  dengan menguasai 16,4 persen massa dibawah PNI, Masyumi dan NU adalah kekuatan yang harus diterima.Namun situasi ini menyebabkan munculnya kelompok yang tidak menyukai beliau. "Kedekatan" inilah yang menjadi issue CIA dalam memuluskan jalan untuk mendongkel-nya. Komunis sendiri secara cerdik menyalah gunakan "pemberian" Sukarno untuk memuluskan terjadinya revolusi sebagaimana yang terjadi di Sovyet dan China.
Pada Mei 1965, PKI sudah menjadi kekuatan Partai paling besar di Indonesia, dan Sukarno turut dalam rapat besar yang mereka selenggarakan di Gelora Bung Karno,  sekaligus mengklaim mereka sebagai saudaranya sambil tak lupa berpelukan dengan Aidit di panggung kehormatan. Dengan begitu beliau juga turut membuat jurang pemisah dengan kaum Non Komunis sekaligus semakin memuluskan jalan CIA dalam menempatkan pemimpin baru yang lebih mudah mereka kendalikan untuk melawan komunis.

Kenapa Sukarno terkesan seakan mendukung PKI ? sebenarnya percobaan pembunuhan beberapa kali termasuk saat moncong tank diarahkan padanya, membuatnya tidak nyaman dengan TNI AD. Disamping itu nalurinya sebagai bapak bangsa membuatnya ingin memberikan kesempatan pada semua golongan (nasionalis, agama dan komunis). Selain itu dengan memberi PKI angin, dia membuat perimbangan kekuatan antara TNI AD dan PKI yang didukung oleh lapisan bawah. Namun posisi ini membuatnya sulit saat terjadi G30S.

Apakah G30S merupakan inisiatif PKI ? dugaan dalam buku ini menyasar pada rivalitas sesama Jendral TNI AD. Sebagai puncaknya Letkol Untung (yang saat itu lebih dikenal sebagai sahabat Suharto) mengambil inisiatif untuk menculik beberapa Jendral untuk dihadapkan pada Sukarno.  Namun kecerobohan mengakibatkan beberapa diantaranya meninggal ditempat. Karena Sukarno saat itu langsung diamankan, Letkol Untung dan team tak dapat menemuinya, sehingga sisa Jendral yang ada langsung ditembak ditempat. Namun tidak ada penganiayaan berat sampai pencungkilan ataupun pengirisan alat kelamin. Tuduhan penyiksaan diduga adalah inisiatif Suharto untuk memrovokasi masyarakat agar melakukan penghakiman massal untuk memberantas gerakan PKI secara nasional.

Buku ini juga memuat kejam-nya isolasi pada Sukarno oleh Suharto yang membuatnya berjarak dengan rakyat yang sangat dicintainya. Begitu juga perlakuan  gang-nya seperti Amir Macmud, dll. Selain itu juga dibahas bagaimana munculnya Supersemar dan cara Suharto menjadikannya sebagai landasan untuk meraih peluang menjadi nomor satu, trik Suharto dalam menyingkirkan jendral2 yang dekat dengan Sukarno, seperti Ibrahim Adjie, dan juga keterlibatan CIA, serta betapa Hatta disaat sulit tsb muncul kembali menjadi sahabat bagi Sukarno dan melupakan friksi mereka. Sungguh buku yang menarik, padat dan sangat mengalir serta mengingatkan kita kembali pada akhir hidup tragis pahlawan yang memersatukan Indonesia dan berdiri tegak melawan penjajahan.

 

No comments: