Buku karya Peter Kasenda ini enak dibaca, namun sekaligus
ironis, mengingat banyak-nya referensi sejarawan asing bahkan terhadap sejarah
Bangsa Indonesia sendiri. Artinya jangankan tambang / hasil bumi, atau
teknologi (termasuk jutaan mobil yang seluruhnya merupakan produk impor bangsa
lain), bahkan untuk sejarah sendiri pun Indonesia masih lebih percaya pada
bangsa lain.
Kasenda mengutip Bradley Simpson,John Rossa, Malcolm Caldwell (bukan Malcolm Galdwell pengarang Tipping Point), Ersnt Uterecht, John D.
Legge, Cindy Adams, Sasaki Shirashi, Ben Anderson, Brian May (bukan gitaris
Queen), Ruth Mc Vey, Rex Mortimer, George dan Audrey Kahin, dll. Meski demikian
untungnya masih ada beberapa sumber lokal seperti Onghokham juga merupakan
bagian dari referensi Kasenda.
Sukarno sendiri pada masanya adalah seorang pemimpin yang
berani mengatakan "tidak" pada bangsa lain. Inisiatif beliau pada
gerakan Non Blok atau pada momen oleh raga internasional Ganefo, termasuk pelarangan
terhadap Freemasonry (seperti yang pernah diungkap Rizky Ridyasmara), adalah
merupakan bukti2nya. Dan Suharto justru adalah kebalikan-nya.
Bahwa Sukarno sebagai bapak bangsa jelas terlihat saat
KKO, dan Brawijaya menawarkan bantuan sekaligus basis bagi Sukarno untuk
menentang ketidak adilan yang dia rasakan akibat tekanan Suharto, namun apa
jawab Sukarno pada Roeslan Abdulgani ? "Sekali lagi cak, relakan saya
tenggelam, asal bangsa ini jangan dirobek robek Nekolim dan kaki
tangan-nya".
Buku ini juga membuka peran CIA dalam menjatuhkan Sukarno
setelah terbukti beliau tidak bisa dikendalikan sementara saat itu Perang
Dingin sedang terjadi antara Sovyet dan Amerika. Kekuatiran terjadinya teori
domino komunis mengakibatkan Amerika bermain disamping mengincar penguasaan
tambang dan sumber daya alam sekaligus menjebak Bangsa Indonesia pada hutang
abadi yang dimuluskan jalan-nya oleh Suharto. Amerika berperan aktif dalam
pendidikan militer ribuan perwira sekaligus memasukkan ekonom2 lulusan Berkeley
yang kelak dikenal sebagai mafia berkeley di era Suharto untuk menyiapkan
Indonesia baru yang lebih mudah dikendalikan.
Apakah Sukarno sepenuhnya benar ? saya rasa tidak, karena
keinginan Sukarno untuk mewujudkan NASAKOM lebih seperti mencampur air dan
minyak. Sepertinya Sukarno menganggap Komunis yang setelah babak belur dalam
peristiwa Madiun 1948 namun bangkit kembali di pemilu 1955 dengan menguasai 16,4 persen massa dibawah
PNI, Masyumi dan NU adalah kekuatan yang harus diterima.Namun situasi ini
menyebabkan munculnya kelompok yang tidak menyukai beliau.
"Kedekatan" inilah yang menjadi issue CIA dalam memuluskan jalan
untuk mendongkel-nya. Komunis sendiri secara cerdik menyalah gunakan
"pemberian" Sukarno untuk memuluskan terjadinya revolusi sebagaimana
yang terjadi di Sovyet dan China.
Pada Mei 1965, PKI sudah menjadi kekuatan Partai paling
besar di Indonesia, dan Sukarno turut dalam rapat besar yang mereka
selenggarakan di Gelora Bung Karno,
sekaligus mengklaim mereka sebagai saudaranya sambil tak lupa berpelukan
dengan Aidit di panggung kehormatan. Dengan begitu beliau juga turut membuat
jurang pemisah dengan kaum Non Komunis sekaligus semakin memuluskan jalan CIA
dalam menempatkan pemimpin baru yang lebih mudah mereka kendalikan untuk melawan komunis.
Kenapa Sukarno terkesan seakan mendukung PKI ? sebenarnya percobaan pembunuhan beberapa kali termasuk saat moncong tank diarahkan padanya, membuatnya tidak nyaman dengan TNI AD. Disamping itu nalurinya sebagai bapak bangsa membuatnya ingin memberikan kesempatan pada semua golongan (nasionalis, agama dan komunis). Selain itu dengan memberi PKI angin, dia membuat perimbangan kekuatan antara TNI AD dan PKI yang didukung oleh lapisan bawah. Namun posisi ini membuatnya sulit saat terjadi G30S.
Apakah G30S merupakan inisiatif PKI ? dugaan dalam buku ini menyasar pada rivalitas sesama Jendral TNI AD. Sebagai puncaknya Letkol Untung (yang saat itu lebih dikenal sebagai sahabat Suharto) mengambil inisiatif untuk menculik beberapa Jendral untuk dihadapkan pada Sukarno. Namun kecerobohan mengakibatkan beberapa diantaranya meninggal ditempat. Karena Sukarno saat itu langsung diamankan, Letkol Untung dan team tak dapat menemuinya, sehingga sisa Jendral yang ada langsung ditembak ditempat. Namun tidak ada penganiayaan berat sampai pencungkilan ataupun pengirisan alat kelamin. Tuduhan penyiksaan diduga adalah inisiatif Suharto untuk memrovokasi masyarakat agar melakukan penghakiman massal untuk memberantas gerakan PKI secara nasional.
Buku ini juga memuat kejam-nya isolasi pada Sukarno oleh Suharto yang membuatnya berjarak dengan rakyat yang sangat dicintainya. Begitu juga perlakuan gang-nya seperti Amir Macmud, dll. Selain itu juga dibahas bagaimana munculnya Supersemar dan cara Suharto menjadikannya sebagai landasan untuk meraih peluang menjadi nomor satu, trik Suharto dalam menyingkirkan jendral2 yang dekat dengan Sukarno, seperti Ibrahim Adjie, dan juga keterlibatan CIA, serta betapa Hatta disaat sulit tsb muncul kembali menjadi sahabat bagi Sukarno dan melupakan friksi mereka. Sungguh buku yang menarik, padat dan sangat mengalir serta mengingatkan kita kembali pada akhir hidup tragis pahlawan yang memersatukan Indonesia dan berdiri tegak melawan penjajahan.
Kenapa Sukarno terkesan seakan mendukung PKI ? sebenarnya percobaan pembunuhan beberapa kali termasuk saat moncong tank diarahkan padanya, membuatnya tidak nyaman dengan TNI AD. Disamping itu nalurinya sebagai bapak bangsa membuatnya ingin memberikan kesempatan pada semua golongan (nasionalis, agama dan komunis). Selain itu dengan memberi PKI angin, dia membuat perimbangan kekuatan antara TNI AD dan PKI yang didukung oleh lapisan bawah. Namun posisi ini membuatnya sulit saat terjadi G30S.
Apakah G30S merupakan inisiatif PKI ? dugaan dalam buku ini menyasar pada rivalitas sesama Jendral TNI AD. Sebagai puncaknya Letkol Untung (yang saat itu lebih dikenal sebagai sahabat Suharto) mengambil inisiatif untuk menculik beberapa Jendral untuk dihadapkan pada Sukarno. Namun kecerobohan mengakibatkan beberapa diantaranya meninggal ditempat. Karena Sukarno saat itu langsung diamankan, Letkol Untung dan team tak dapat menemuinya, sehingga sisa Jendral yang ada langsung ditembak ditempat. Namun tidak ada penganiayaan berat sampai pencungkilan ataupun pengirisan alat kelamin. Tuduhan penyiksaan diduga adalah inisiatif Suharto untuk memrovokasi masyarakat agar melakukan penghakiman massal untuk memberantas gerakan PKI secara nasional.
Buku ini juga memuat kejam-nya isolasi pada Sukarno oleh Suharto yang membuatnya berjarak dengan rakyat yang sangat dicintainya. Begitu juga perlakuan gang-nya seperti Amir Macmud, dll. Selain itu juga dibahas bagaimana munculnya Supersemar dan cara Suharto menjadikannya sebagai landasan untuk meraih peluang menjadi nomor satu, trik Suharto dalam menyingkirkan jendral2 yang dekat dengan Sukarno, seperti Ibrahim Adjie, dan juga keterlibatan CIA, serta betapa Hatta disaat sulit tsb muncul kembali menjadi sahabat bagi Sukarno dan melupakan friksi mereka. Sungguh buku yang menarik, padat dan sangat mengalir serta mengingatkan kita kembali pada akhir hidup tragis pahlawan yang memersatukan Indonesia dan berdiri tegak melawan penjajahan.
No comments:
Post a Comment