Tuesday, October 16, 2012

Honeymoon with My Brother - Franz Wisner

Tema utama dari karya Franz Wisner ini sangat menarik, karena dia menunjukkan bagaimana mengubah kekalahan besar menjadi kemenangan dahsyat. Ketimbang menangisi nasib-nya dia justru membaliknya sekaligus dengan tiga keuntungan. Pertama mengusir kesedihan dari hatinya dengan jalan2 keliling dunia, kedua memperbaiki hubungan dengan adik-nya dan yang ketiga meraih keuntungan dengan menulis serta menerbitkan-nya.

Judulnya saja sudah sangat atraktif dan benar2 "catchy", bayangkan penggunaan kata2 "my brother" dalam judul, hem benar2 implementasi trick marketing yang "menonjok" dan sekaligus mengundang minat pembaca dengan latar belakang kehidupan seks tak normal :).

Honeymoon with My Brother by Franz Wisner

Saat Wisner menerima putusan calon istrinya untuk mundur dari pernikahan yang satu minggu lagi berlangsung, tentu dia sangat terpukul. Bayangkan bagaimana dia harus mengontak satu per satu undangan. Salah satunya bahkan nenek-nya yang berusia 98 tahun yang tinggal di lokasi yang cukup jauh, sangat ingin datang dan sudah jauh2 hari menyiapkan kue pengantin  khusus bagi Wisner. Itu baru salah satu dari sekian ratus undangan, bagaimana dengan catering, lokasi pernikahan, band, hotel dll.

Akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan pernikahan tanpa pengantin wanita, lalu keliling dunia, melupakan luka perih dihatinya dan mengajak adiknya Kurt yang juga baru bercerai beberapa saat sebelumnya. Lebih dari 60 negara meliputi, Nikaragua, Costarica, Vietnam, Thailand, Suriah, Budapest, Rumania, Bulgaria, Turki, Caracas, Trinidad, Equador, Galapagos, Peru, Brazil, dan Indonesia (Bali, Lombok dan Komodo), dll menjadi lokasi petualangan mereka. Punya uang, sama2 lajang dan tidak memiliki anak, serta sama2 membenci pekerjaan mereka, membuat mereka melakukan ini. Sayang sekali buku2 ini tidak didukung fotografi sama sekali.

Namun meski punya tema yang menarik, humor2nya garing, karena sangat khas Amerika dan cara berceritanya yang berputar putar tidak langsung ke inti menyebabkan buku ini kurang mengalir, plus dengan pemilihan kata2nya yang kurang dalam  mengangkat lokasi2 yang mereka kunjungi. Begitu juga time line yang dibuat Franz agak membingungkan, karena masa lalu bisa muncul dimana saja dan tidak terurut. Cerita dengan basis traveling seperti ini mengingatkan saya rubrik kegemaran saya tempo dulu di Intisari, yaitu petualangan HOK Tanzil dan istrinya Maria Tanzil, yang sangat lengkap sampai ke pengeluaran2 mereka setiap hari.

Apakah mereka berdua semata mata tertarik dengan wisata murni atau juga wisata seks ? jawaban yang saya temukan adalah mereka tertarik dengan seks selama suka sama suka dan bukan komersil. Namun meski demikian gaya hidup seperti ini tentu saja tetap sangat beresiko, dan sama sekali tidak bisa saya setujui secara pribadi.  Franz sempat menolak setelah tahu ternyata pasangan-nya adalah PSK, namun dia oke saja jika sebaliknya, seperti yang dia lakukan dengan seorang model Praha. Menuliskan hal ini dalam buku-nya bukan cuma mencoreng karakter "traveller" sejati tetapi juga membuka aib dan mengotori buku ini. 

Apakah semua-nya benar2 garing ? tidak juga sebenarnya ada beberapa yang cukup lucu sekaligus ironis, misalnya saat Wisner menonton film-nya Julia Roberts "Runaway Bride", di pesawat. Di perbatasan Suriah mereka  sempat tertahan karena membawa mobil, namun menunjukkan foto Bush dengan Franz, malah akhirnya membuat mereka dapat lolos, padahal Franz juga memiliki foto dirinya dengan Al Gore.

Lantas apa kesimpulan dari perjalanan tersebut, beberapa yang menarik, Franz menemukan anak2 di negara miskin bahkan terlihat lebih berbahagia, semakin miskin penduduk suatu negara semakin suka mereka menolong orang lain, Suriah adalah salah satu negeri dengan orang2 yang sangat bersahabat serta  suka menolong, ATM adalah mata uang dunia,  bandara dengan mall sudah tidak dapat dibedakan, suap menyuap masih kental di negara dunia ketiga, sebagian besar wanita di dunia melakukan pekerjaan yang lebih berat dari pria, bahwa buku lonely planet malah membuat perjalanan menjadi sulit, bahwa nyaris semua backpacker membenci Amerika.

No comments: