Membaca millenium trilogy Stieg Larsson, membuat saya mengira ketiga buku-nya merupakan karya terlaris abad ini, namun ternyata hanya menduduki nomor dua, lantas siapa kah nomor satunya ? Ternyata diraih oleh Khaled Hosseini, pengarang dengan wajah mirip Mark Sungkar, dengan bukunya TKR. Setelah mengetahui itu saya memutuskan mencarinya sekaligus menemukan karyanya yang lain A Thousand Splendid Sun.
Kisah ini sudah terjual lebih dari 8 juta kopi, diterjemahkan dalam 42 bahasa dan juga diangkat ke layar lebar. Tema utamanya adalah penebusan dosa masa lalu dengan latar belakang kekejaman perang di Afghanistan, mulai dari pendudukan Rusia, Taliban dan lalu Amerika. Kisahnya juga mencakup tiga generasi dalam periode lebih dari 30 tahun, mulai dari ayah tokoh utama, sampai keponakan-nya.
Khaled juga mengangkat budaya Afghanistan, termasuk hal2 sederhana seperti review film dimana akhir menjadi sangat penting bagi Afghanistan, sebaliknya di Amerika, prosesnya-lah yang lebih penting. Khaled tidak hanya mengangkat tata krama, makanan, musik, permainan dll. Namun, budaya yang lebih kompleks seperti kebanggaan suku Pashtun dan tertindasnya etnis Hazara sekaligus berbeda mazhab juga diangkat dan bahkan di alami sendiri oleh tokoh "aku."
Cara bercerita Khaled, keturunan Afghanistan yang juga dokter spesialis penyakit dalam berkewarganegaraan Amerika ini sangatlah menarik, kita tidak dibiarkan dengan mudah menebak akhir cerita. Bahkan beberapa misteri besar dalam kehidupan tokoh "aku" baru mulai terungkap menjelang akhir buku. Sangat sedikit buku yang meraih penghargaan sekelas TKR tetapi sekaligus juga merupakan karya pertama. Hal ini mengingatkan saya akan Andrea Hirata, Ahmad Fuadi ataupun Iwan Setyawan yang juga langsung meraih prestasi dengan karya pertama.
Selain kekejaman perang, buku ini juga menuturkan banyak wajah dalam Islam, dari yang sangat keras dan tanpa kompromi seperti Taliban, yang tidak perduli seperti tokoh "baba" alias ayah, sampai tokoh "aku" yang awalnya tidak perduli, namun saat tekanan hidup semakin berat akhirnya memutuskan untuk meningkatkan kualitas keimanan-nya. Siapa karakter tokoh paling luar biasa dalam buku ini, bagi saya tentu saja Hassan, dialah karakter paling dahsyat dan pahlawan sebenarnya meski mengalami kehidupan tragis.
Akhir kata, setelah menamatkan-nya terasa wajar jika buku ini menduduki nomor satu namun masih membuat penasaran bagi saya, berapa persen kiranya buku ini merepresesentasikan kehidupan Khaled sebenar-nya. Kemiripan tersebut misalnya minat tokoh "aku" dalam menulis sebagaimana Khaled yang pernah memenangkan UNHCR-Humanitarian Award di 2006, periode yang mirip dengan umur Khaled sendiri, kehidupan baru-nya di Amerika serta ibu mereka yang sama2 pengajar (bedanya ibu tokoh "aku" adalah seorang dosen sedangkan ibu Khaled seorang guru SMA).
Kisah ini sudah terjual lebih dari 8 juta kopi, diterjemahkan dalam 42 bahasa dan juga diangkat ke layar lebar. Tema utamanya adalah penebusan dosa masa lalu dengan latar belakang kekejaman perang di Afghanistan, mulai dari pendudukan Rusia, Taliban dan lalu Amerika. Kisahnya juga mencakup tiga generasi dalam periode lebih dari 30 tahun, mulai dari ayah tokoh utama, sampai keponakan-nya.
Khaled juga mengangkat budaya Afghanistan, termasuk hal2 sederhana seperti review film dimana akhir menjadi sangat penting bagi Afghanistan, sebaliknya di Amerika, prosesnya-lah yang lebih penting. Khaled tidak hanya mengangkat tata krama, makanan, musik, permainan dll. Namun, budaya yang lebih kompleks seperti kebanggaan suku Pashtun dan tertindasnya etnis Hazara sekaligus berbeda mazhab juga diangkat dan bahkan di alami sendiri oleh tokoh "aku."
Cara bercerita Khaled, keturunan Afghanistan yang juga dokter spesialis penyakit dalam berkewarganegaraan Amerika ini sangatlah menarik, kita tidak dibiarkan dengan mudah menebak akhir cerita. Bahkan beberapa misteri besar dalam kehidupan tokoh "aku" baru mulai terungkap menjelang akhir buku. Sangat sedikit buku yang meraih penghargaan sekelas TKR tetapi sekaligus juga merupakan karya pertama. Hal ini mengingatkan saya akan Andrea Hirata, Ahmad Fuadi ataupun Iwan Setyawan yang juga langsung meraih prestasi dengan karya pertama.
Selain kekejaman perang, buku ini juga menuturkan banyak wajah dalam Islam, dari yang sangat keras dan tanpa kompromi seperti Taliban, yang tidak perduli seperti tokoh "baba" alias ayah, sampai tokoh "aku" yang awalnya tidak perduli, namun saat tekanan hidup semakin berat akhirnya memutuskan untuk meningkatkan kualitas keimanan-nya. Siapa karakter tokoh paling luar biasa dalam buku ini, bagi saya tentu saja Hassan, dialah karakter paling dahsyat dan pahlawan sebenarnya meski mengalami kehidupan tragis.
Akhir kata, setelah menamatkan-nya terasa wajar jika buku ini menduduki nomor satu namun masih membuat penasaran bagi saya, berapa persen kiranya buku ini merepresesentasikan kehidupan Khaled sebenar-nya. Kemiripan tersebut misalnya minat tokoh "aku" dalam menulis sebagaimana Khaled yang pernah memenangkan UNHCR-Humanitarian Award di 2006, periode yang mirip dengan umur Khaled sendiri, kehidupan baru-nya di Amerika serta ibu mereka yang sama2 pengajar (bedanya ibu tokoh "aku" adalah seorang dosen sedangkan ibu Khaled seorang guru SMA).
No comments:
Post a Comment