Kami berangkat dari Madinah, namun ternyata untuk kembali masuk Mekkah, susahnya luar biasa, Bus sempat antri hampir delapan jam, dan ketika akhirnya mendekati Mekkah, kami diminta berhenti di sebuah perhentian untuk pemeriksaan surat-surat. Dan lalu tampak seorang pria tampan, membawa berbagai makanan dan minuman yang langsung dibagi-bagikan pada semua jamaah.
Saat pertama kali sampai di Apartemen Aziziah, saya sempat kaget, kualitasnya beda jauh dengan Al Anwar Movenpick ataupun Hilton Makkah Tower, ini lebih mirip tempat kos empat tingkat dengan satu lift berukuran kecil yang sering-sering malah lebih lama dibanding naik turun tangga. Namun tentu saja lumayan megap-megap naik turun tangga. Toiletnya pun beberapa dalam rusak, sehingga cukup sulit untuk menyiram maaf BAB, begitu juga beberapa keran terus menerus mengeluarkan air tanpa bisa dikunci. Namun ternyata ini persiapan yang bagus saat ke Mina, atau bahkan Arafah. Setiap pagi truk air datang untuk mengisi bak penampungan di depan rumah.
Namun jamaah memang tidak ada pilihan lain karena saat menjelang ibadah Haji, biaya hotel membengkak tinggi, sehingga untuk menghemat biaya sampai dengan tiba saatnya ibadah, kami harus tinggal disini. Kali ini berbeda dengan saat di hotel, makanan disiapkan catering orang Indonesia perantauan. Suatu hari karena merasa tidak cocok dengan menunya, saya dan istri memutuskan untuk membeli ayam goreng ala KFC milik orang arab di sekitar Aziziah. Karena porsinya cukup besar, kami cuma membeli satu porsi saja, namun tetap saja kami berdua tidak sanggup menghabiskannya. Kentangnya bisa 5x porsi normal di KFC Indonesia, sedangkan ayamnya sekitar 5 potong juga. Kami akhirnya membawa sisa makanan tersebut untuk dilanjutkan dimakan di Aziziah, belum lagi roti khas Arab-nya.
Suatu hari datang seorang tua yang mengaku sebagai dosen di Universitas Kerajaan,membawa berbagai buku, tentang larangan-larangan saat ibadah Haji, dengan segara kami tahu bahwa beliau adalah salah satu tokoh Wahabi, melihat begitu keras dan kakunya paham yang ada di buku tersebut.
Lain kali, beberapa mobil berhenti di depan Aziziah, dan lantas membagi bagi berbagai macam makanan, termasuk roti arab berukuran besar serta puluhan porsi ayam goreng Al Baik yang memang terkenal nikmat dan spicy.
Saat jumatan, kami sholat di masjid sekitar Aziziah, meski menara Zamzam dekat Masjidil Haram terlihat dari Aziziah, namun kami justru shalat di masjdi yang berbeda. Rasanya aneh, sekali jauh-jauh dari Indonesia dan malah shalat dimasjid penduduk. Begitu juga saat malam, ketika kami melakukan pengajian dan sholat bersama di atap penginapan, dari kejauhan terlihat pucuk menara Zamzam, sementara kami hanya bisa sholat disini.
Lanjut ke http://hipohan.blogspot.co.id/2014/11/berangkat-haji-mina-part-11-dari-16.html
No comments:
Post a Comment