Thursday, November 20, 2014

The Endless River - Pink Floyd


Echoes From The Past yah itulah kalimat yang bisa mencerminkan nuansa pada album terakhir Pink Floyd, meski terasa kurang pas bagi fans yang menyukai style di era Waters - Gilmour saat masih bersama-sama dan merilis beberapa album master piece layaknya Dark Side of The Moon (1973), Wish You Were Here (1975), Animals (1977) dan tentu saja The Walls (1979) yang merupakan puncak kolaborasi Waters - Gilmour. Namun bagi fans di era yang lebih awal layaknya Ummagumma (1969) atau Atom Heart Mother (1970) ini merupakan album yang lebih bisa diterima. Saya kira saya sependapat dengan apa yang pernah disampaikan drummer papan atas progressive rock, Mike Portnoy di salah satu socmed beberapa waktu lalu. 

Buat saya, yang kebetulan baru saja menikmati Brian Eno album Lux (2012) sepertinya komposisi Lux membantu saya untuk langsung tune in dengan album kelima belas Pink Floyd yang bernuansa psikedelik sekaligus spacey/ambient ini. Bagi para fans, supaya tidak terkejut, perlu juga diketahui bahwa album dengan satu track vokal ini, ini lebih ditepat disebut album instrumental. Perasaan saya mendengar album ini persis seperti ketika mendengar album Pat Metheny Zero Tolerance For Silence, yang memang agak berbeda dengan beberapa album-album sebelumnya (terdengar seperti aktivitas menyetem gitar sepanjang album). Kenapa Pat Metheny ?, ya karena pada beberapa track The Endless River memang terkesan seperti latihan membuat komposisi.  




Terdiri dari 18 track plus 3 track bonus khusus deluxe edition. Kita langsung dibawa ke alam antah berantah ala Pink Floyd, Suasana spacey/ambient sangat tercipta berkat keyboardis Richard Wright yang sepertinya mendapatkan porsi cukup banyak dalam album ini. 

1.Things Left Unsaid (4:27)
2.It's What We Do (6:18)
3.Ebb and Flow (1:56)
4.Sum (4:49)
5.Skins (2:38)
6.Unsung (1:08)
7.Anisina (3:17)
8.The Lost Art of Conversation (1:43)
9.On Noodle Street (1:43)
10.Night Light (1:43)
11.Allons-y (1)  (1:58)
12.Autumn '68  (1:36)
13.Allons-y (2) (1:33)
14.Talkin' Hawkin'(3:30)
15.Calling (3:38)
16.Eyes to Pearls (1:52)
17.Surfacing (2:47)
18.Louder than Words (6:37)
19.TBS9 (2:27)
20.TBS14 (4:11)
21.Nervana (5:39)


Dalam 13 komposisi Wright terlibat secara kolaborasi, dimana 3 diantaranya merupakan karyanya sendiri. Sementara Gilmour 18 kolaborasi dimana 6 merupakan karyanya sendiri. Saat mendengar publikasi album ini,  entah kenapa saya merasa ini akan menjadi album terakhir mereka mengingat sebagian besar sudah berusia cukup lanjut, yakni Gilmour (1946), Nick Mason (1944) dan jangan lupa meski Richard Wright (1943) terlibat dalam album ini, beliau sebenarnya sudah meninggal tahun 2008. Ternyata sesuai dengan pernyataan yang disampaikan Gilmour sendiri, adalah tak akan ada lagi album setelah ini. Sayangnya dampak perseteruan Pink Floyd dengan Waters tetap berlanjut sehingga Waters sejak 1985 tetap saja berada di luar rumah besar Pink Floyd hingga kini.  

Lantas bagaimana mungkin album ini dibuat sementara Wright sudah meninggal dunia, sebenarnya materi dalam album ini merupakan rekaman antara 1993 sd 1994 saat merekam album Division Bell (1994). Karena memang merupakan kumpulan sesi rekaman yang tak pernah dirilis, maka materi sepanjang 20 jam ini diseleksi ulang oleh Gilmour sejak 2013 sd 2014. Namun nama besar mereka dan konsep album yang dibuat Ahmed Emad Eldin (anak muda asal Mesir yang ternyata juga fans Pink Floyd)  turut mendukung popularitas album sehingga cukup baik secara komersil. Menurut pendapat saya, sama sekali tidak jadi masalah besar bagi fans sekedar untuk melengkapi koleksi Pink Floyd mereka dengan satu album terakhir, layaknya puzzle yang hampir selesai merefleksikan perjalanan panjang Pink Floyd, dengan The Endless River sebagai kepingan terakhir sekaligus pelangkap. 

Beberapa musisi tamu dilibatkan seperti saksoponis Gilad Atzmon, basis Guy Pratt, juga backing vocal seperti di track 7 dan 17 melibatkan Durga McBroom. Sedangkan lirik di satu-satunya lagu dengan vocal Gilmour dibuat oleh Polly Samson yang juga merupakan istri Gilmour. 

Didahului suara suara diluar musik seperti orang yang bercakap cakap maka perjalanan psikedelik dalam album ini pun dimulai. Track 2 merupakan lanjutan secara bunyi dari track 1,  sound Hammond yang dipilih Wright sangat khas dan bernuansa sekian puluh tahun lalu mengingatkan saya akan almarhum keyboardist Jon Lord. Lanjut ke track 3, 4, 5 dan 6 masih setipe. Pada track 7 barulah kita mendengar suara nyanyian, itu pun hanya dalam bentuk paduan suara. Pada track 7 ini sound gitar yang dipilih Gilmour terkesan cempreng dan tidak magis layaknya salah satu sound track favorit saya Comfortable Numb dalam album The Wall

Lalu track 8,9,10,11,12,13 berlalu dengan begitu saja, namun di track 14 kejutan bagi saya mendengar Stephen Hawking ikut terlibat menjelang 3/5 track berakhiruntung saja beliau tidak ikut bernyanyi. Pada track 14 ini lagi-lagi kita mendengar paduan suara. Lalu berlanjut sampai ketemu track 17 yang mirip  dengan 7. Akhirnya di track 18 kita bisa juga mendengar suara asiknya Gilmour dalam bentuk lagu utuh. Entah apakah Gilmour sudah mengganti stelan single coil di Fender Stratocasternya, saya merasa sound gitarnya sedikit berubah menjadi lebih crunchy. Sementara Nick Mason bermain kalem disetiap lagu, dengan ketukan-ketukan standar. 

Khusus track bonus 18 dan 19  tidak jelas juga kenapa judulnya TBS9 dan TBS14, dan lalu album ini berakhir di track 21. Bagi saya sebenarnya lebih baik kalau album yang didedikasikan bagi Richard Wright ini berakhir di track 18 saja, karena track Louder Than Words dengan suara membius Gilmour seharusnya sangat pantas mengakhiri album ini. Buat saya track 7 Anisina, track 14 Talkin Hawkin track 18 Louder Than Words adalah track terbaik dalam album ini. Akhir kata, meski bukan album yang sedahsyat The Wall misalnya, namun rasanya masih bisa disejajarkan dengan kualitas album-album setelah Final Cut. Lalu tibalah saatnya mengucapkan selamat jalan Richard Wright, dan terimakasih banyak atas semua inspirasi lewat musik indah yang sudah anda berikan. 

* Sedang membayangkan seandainya saja 10 lagu terbaik RPWL misalnya, Gilmour diundang sebagai vokalis tamu sekaligus gitarisnya, wuihhh... ini akan menjadi album yang lebih baik. 





   

No comments: