Dibagian bawah Hilton Makkah Tower ada semacam super market besar bernama Bin Dawood, yang selalu ramai dan menyediakan sangat banyak perlengkapan, termasuk bahan makanan. Mulai dari koper, mainan anak, makanan, buah-buahan, alat masak, serta yang saya suka pojok berbagai macam jenis kacang. Ada banyak jenis kacang disini yang enak sekali disantap bersama sama teh arab. Saya membeli pemanas air yang sampai sekarang masih digunakan.
Jangan kaget jika menemukan banyak sekali pengemis di sekitar Mekkah, umum-nya mereka berkulit hitam, dan sepertinya pemerintah Arab Saudi juga tak kuasa mengatur kelompok ini. Mereka biasanya memilih untuk berkeliaran di sekitar trotoar tempat penginapan, dan tanpa sungkan meminta minta pada para jamaah yang keluar masuk tempat penginapan.
Saat itu Mekkah juga masih dalam proses pembangunan besar-besaran, di sekeliling Kabbah nampak puluhan crane menjulang dengan aktifitas bising dan serba berdebu. Kombinasi debu dan panas matahari cukup membuat susasana terasa kurang nyaman untuk beribadah, namun kesabaran dapat menjadi obat yang sangat efektif.
Karena tidak semua jamaah sanggup sholat wajib lima waktu di Haram, sebagian ternyata memilih untuk sholat di salah satu ruangan Hotel di lantai tertentu dengan pemadangan langsung ke Kabbah. Namun bagi yang memang mampu secara fisik jelas sekali nikmatnya berduyun duyun menuju Haram (dan begitu juga nantinya dengan Nabawi). Rasanya sayang sekali kalau kita tidak menikmati atmosfir kedua masjid bersejarah ini (dihitung tiga dengan Masjid Aqsa, Yerusalem). Kagum sekali saya melihat jamaah yang tinggal cukup jauh dari Haram, dengan segala upaya baik kendaraan umum maupun berjalan kaki, mereka berlelah lelah sholat di sini, menempuh perjalanan panjang.
Lanjut ke http://hipohan.blogspot.co.id/2014/11/berangkat-haji-hajar-aswad-part-6-dari.html
No comments:
Post a Comment