Saat pertama kali mendengar A.C.T album Circus Pandemonium, saya cukup kaget mendengar aransemen-nya yang sangat rapi, teknik tinggi, paduan suara berlapis ala Queen, suara vokal yang sengau, kadang menggeram, melengking sekaligus serak, serta perubahan beat-nya konstan sepanjang lagu. Group Swedia yang dulunya bernama Fairyland ini jelas menunjukkan skill dan memang ternyata wajar-wajar saja, karena member-membernya merupakan alumni sekolah musik di Malmo.
Digawangi oleh Herman Saming (lead vocals), Ola Andersson (lead guitar, vocals), Peter Asp (bass guitar, synthesizer, percussion), Jerry Sahlin (keyboards/vocals), dan Thomas Lejon (drums & percussion), nyaris tidak ada satupun track yang jelek, semua tampil dengan nilai rata-rata bintang empat dari lima. Semua member juga bermain dengan mantap namun tidak terkesan pamer teknik seperti yang biasa ditunjukkan Dream Theater. Semua solonya terasa pas, kecuali Thomas Lejon yang sempat bermain nakal di track ketiga, namun justru membuat track ini menjadi spesial. Peter Asp juga semoat mencuri perhatian saat memainkan bass dengan style MUSE di track yang sama.
Bagi penggemar progressive rock ringan ala Queen, ACT benar-benar menghibur, group yang berdiri sepuluh tahun setelah Dream Theater merilis Images and Words tahun 1989 (Sekaligus menandai bangkitnya era progressive metal modern) ini ternyata baru merilis lima album. Setelah empat album pertama yang berjarak masing-masing 2 tahun, membutuhkan waktu delapan tahun untuk merilis Circus Pandemonium (2014) setelah album Silence (2006). Saya kira ini waktu yang terlalu lama bahkan untuk band progressive sekalipun yang memang sering kali perlu bertahun-tahun untuk merilis satu album saja. Tetapi untuk album yang nuansanya juga mirip dengan band-band rock Jepang, ini hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Berikut album-album A.C.T
Today's Report (1999)
Imaginary Friends (2001)
Last Epic (2003)
Silence (2006)
Circus Pandemonium (2014)
Ternyata dalam ranah progressive, A.C.T cukup dikenal dan sering menjadi band pembuka bagi Saga, Fish mantan vokalis Marillion atau bahkan dari legenda guitar maestro sweeping alias Yngwie Malmsteen. Mereka sendiri menggambarkan musik mereka sebagai perpaduan band-band favorit yang mereka jadikan sebagai inspirasi seperti Queen, 10CC, Electric Light Orchestra (ELO), Saga,Frank Zappa, Genesis, Jethro Tull, Styx, Rush, Dream Theater, Kansas, Toto and The Beatles. Mengenai musik A.C.T, komentar lucu salah satu sound engineer mereka saya kutip disini memberikan gambaran bagaimana musik progressive dimata kebanyakan
"Guys, I'm starting to understand your music now. First comes an intro, then a verse, then ... Well, then anything can happen."
Mirip dengan Ayreon nya Anthony Arjen Lucassen, yang bergaya opera dengan karakter karakter yang muncul bergantian di setiap track, A.C.T juga menampilkan karakter-karakter dunia sirkus seperti Sinister Ringmaster, Tamer yang dapat berbicara dengan hewan, Clown yang memiliki problem dengan minuman keras, Sang Penari Cantik dan Si Freak, yang memimpikan kehidupan lebih baik.
01 - Intro 1.01 (*)
Ini lebih merupakan pengantar dari album, tak banyak yang bisa dikomentari dalam track pembuka ini, melainkan meneruskan tradisi band-band progressive memasukkan unsur-unsur diluar musik, yang dalam hal ini mencoba menggambarkan penonton sirkus.
02 - The End 5.56 (***)
Bagi saya track ini terlalu manis, sepertinya track ini dipengaruhi Styx, meski di tengah dengan cantiknya A.C.T memasukkan komposisi unik dan solo gitar Ola Andersson serta bergantian dengan solo keyboard Jerry Sahlin. Lalu dihajar sejak menit ketiga dengan gaya progressive metal ala Dream Theater.
03 - Everything's Falling 4.55 (*****)
Disini kita bisa melihat pengaruh Dream Theater, dan MUSE, bagi saya ini salah satu track terbaik. Di menit 1.24, Thomas Lejon memasukkan ketukan ketukan ganjil yang terasa sangat nikmat. Lalu lanjut lagi dengan gaya progressive metal ala Jepang. Ini track favorit saya selain track terakhir.
04 - Manager's Wish 5:53 (****)
Di track ini mulai terlihat gaya opera A.C.T, Herman Saming memainkan berbagai karakter, sementara Ola Anderssson berkali kali memainkan gaya mute dengans senar tunggal yang memberikan efek perkusi, sekaligus asik dan mengingatkan saya akan teknik ala Funky Metal-nya Nuno "Extreme" Bettencourt. Di menit ke tiga saya mendengar style Spock's Beard sempat dimainkan. Dalam track ini terlihat begitu banyak pengaruh yang menjadi inspirasi A.C.T.
05 - A Truly Gifted Man 6.44 (*****)
Track manis, ala reggae namun dimainkan dengan cita rasa The Beatles, yang bagi saya seharusnya sekelas dengan track kedua, alias The End. Namun di bagian-bagian akhir track ini menampilkan solo-solo yang indah yang kembali mendudukkan track ini menjadi salah satu track terbaik dalam album ini sekaligus juga merupakan track terpanjang.
06 - Presentation 1.3 (*)
Track ini mirip seperti Intro, hanya merupakan pengantar ke track-track selanjutnya.
07 - Look At The Freak 1.13 (*****)
Di sini pengaruh Queen sangat terlihat, dengan berbagai karakter vokal, berat dan lalu falsetto berganti-ganti, Herman Saming benar-benar sukses menjadi aktor utama dengan peran ganda, sayang track ini hanya bisa dinikmati tak sampai dua menit.
08 - Argument 1.06 (**)
Track ini juga tak sampai 1.5 menit dan efek suara latarnya bernada amarah, mengingatkan saya akan tokoh guru dalam salah satu album rock terlaris sepanjang zaman, yakni The Wall nya Pink Floyd.
09 - Confrontation 1.12 (***)
Track ini kesempatan bagi Jerry Sahlin menunjukkan kemampuannya eksplorasi keyboard, dan sepertinya cukup sukses, dan lagi-lagi seperti dua track sebelumnya hanya 1.12 menit. Namun track ini mungkin salah satu yang kurang manis bagi telinga kebanyakan.
10 - A Mother's Love 2.37 (*****)
Setelah tiga track pendek dengan gaya eksperimental, rasanya nikmat sekali mendengar track ini, yang sekaligus merupakan satu dari dua ballad yang dimainkan dengan sangat cantik, bergantian dengan vokalis wanita bersuara indah yang mengingatkan saya akan Shadow Gallery track Comfort Me dari album Room V. Sayang keindahan tersebut harus berakhir kurang dari 3 menit.
11 - The Funniest Man Alive 3.46 (****)
Di sini vokal Herman Saming mengingatkan saya akan vokalis Motley Crue, Vince Neil, sengau, serak dan melengking. Solo Ola Andersson dimainkan dengan cantik, begitu juga Jerry Sahlin dan membuat saya heran kenapa solo-solo yang dimainkan A.C.T tak pernah panjang-panjang meski mereka memiliki kualitas lebih dari cukup.
12 - Scared 4.42 (****)
Ada kesan ABBA sekaligus Bee Gees dalam track ini, dan sempat membuat saya cengar cengir, salah satu track paling pop, tak tanggung-tanggung Herman bahkan bisa bernyanyi dengan gaya Barry Gibbs.
13 - A Failed Escape Attempt 5:18 (***)
Lagi lagi gaya band-band rock Jepang terasa sekali di album ini, tak aneh A.C.T memiliki penggemar cukup banyak di Jepang, dan bahkan merilis album Circus Pandemonium yang khusus rilisan Jepang. Gonggongan anjing dalam album ini mengingatkan saya lagi-lagi akan album Animal Pink Floyd. Namun ketukan drum Thomas Lejon yang terkesan ngepop dalam track ini terasa kurang nyaman di telinga saya.
14 - Lady In White 4:40 (****)
Track ini merupakan ballad kedua dalam album ini, lebih keras di banding track 10, namun tetap enak di dengar. Meski nadanya murung, namun A.C.T tetap memadukannya dengan "ejeg-ejeg" ala metal. Peralihan dari beat satu ke beat yang lain mengingatkan saya akan Kansas.
15 - Freak Of Nature 5:59 (*****)
Sesuai dengan tema-nya, track ini diawali dengan aransemen ala sirkus, saya rasa Ola Andersson memainkan solo terbaiknya dalam lagu ini sekaligus menuntaskan track ini sebagai penutup yang sangat pas untuk menuntaskan album keren ini. Di menit 4.0 kita seakan mendengar komposisi ala Dream Theater yang megah dan sekaligus sahdu, Thomas mengakhiri track ini dengan beragam fill in layaknya Portnoy dalam salah satu track di Scene From a Memory.
Digawangi oleh Herman Saming (lead vocals), Ola Andersson (lead guitar, vocals), Peter Asp (bass guitar, synthesizer, percussion), Jerry Sahlin (keyboards/vocals), dan Thomas Lejon (drums & percussion), nyaris tidak ada satupun track yang jelek, semua tampil dengan nilai rata-rata bintang empat dari lima. Semua member juga bermain dengan mantap namun tidak terkesan pamer teknik seperti yang biasa ditunjukkan Dream Theater. Semua solonya terasa pas, kecuali Thomas Lejon yang sempat bermain nakal di track ketiga, namun justru membuat track ini menjadi spesial. Peter Asp juga semoat mencuri perhatian saat memainkan bass dengan style MUSE di track yang sama.
Bagi penggemar progressive rock ringan ala Queen, ACT benar-benar menghibur, group yang berdiri sepuluh tahun setelah Dream Theater merilis Images and Words tahun 1989 (Sekaligus menandai bangkitnya era progressive metal modern) ini ternyata baru merilis lima album. Setelah empat album pertama yang berjarak masing-masing 2 tahun, membutuhkan waktu delapan tahun untuk merilis Circus Pandemonium (2014) setelah album Silence (2006). Saya kira ini waktu yang terlalu lama bahkan untuk band progressive sekalipun yang memang sering kali perlu bertahun-tahun untuk merilis satu album saja. Tetapi untuk album yang nuansanya juga mirip dengan band-band rock Jepang, ini hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Berikut album-album A.C.T
Today's Report (1999)
Imaginary Friends (2001)
Last Epic (2003)
Silence (2006)
Circus Pandemonium (2014)
Ternyata dalam ranah progressive, A.C.T cukup dikenal dan sering menjadi band pembuka bagi Saga, Fish mantan vokalis Marillion atau bahkan dari legenda guitar maestro sweeping alias Yngwie Malmsteen. Mereka sendiri menggambarkan musik mereka sebagai perpaduan band-band favorit yang mereka jadikan sebagai inspirasi seperti Queen, 10CC, Electric Light Orchestra (ELO), Saga,Frank Zappa, Genesis, Jethro Tull, Styx, Rush, Dream Theater, Kansas, Toto and The Beatles. Mengenai musik A.C.T, komentar lucu salah satu sound engineer mereka saya kutip disini memberikan gambaran bagaimana musik progressive dimata kebanyakan
"Guys, I'm starting to understand your music now. First comes an intro, then a verse, then ... Well, then anything can happen."
Mirip dengan Ayreon nya Anthony Arjen Lucassen, yang bergaya opera dengan karakter karakter yang muncul bergantian di setiap track, A.C.T juga menampilkan karakter-karakter dunia sirkus seperti Sinister Ringmaster, Tamer yang dapat berbicara dengan hewan, Clown yang memiliki problem dengan minuman keras, Sang Penari Cantik dan Si Freak, yang memimpikan kehidupan lebih baik.
01 - Intro 1.01 (*)
Ini lebih merupakan pengantar dari album, tak banyak yang bisa dikomentari dalam track pembuka ini, melainkan meneruskan tradisi band-band progressive memasukkan unsur-unsur diluar musik, yang dalam hal ini mencoba menggambarkan penonton sirkus.
02 - The End 5.56 (***)
Bagi saya track ini terlalu manis, sepertinya track ini dipengaruhi Styx, meski di tengah dengan cantiknya A.C.T memasukkan komposisi unik dan solo gitar Ola Andersson serta bergantian dengan solo keyboard Jerry Sahlin. Lalu dihajar sejak menit ketiga dengan gaya progressive metal ala Dream Theater.
03 - Everything's Falling 4.55 (*****)
Disini kita bisa melihat pengaruh Dream Theater, dan MUSE, bagi saya ini salah satu track terbaik. Di menit 1.24, Thomas Lejon memasukkan ketukan ketukan ganjil yang terasa sangat nikmat. Lalu lanjut lagi dengan gaya progressive metal ala Jepang. Ini track favorit saya selain track terakhir.
04 - Manager's Wish 5:53 (****)
Di track ini mulai terlihat gaya opera A.C.T, Herman Saming memainkan berbagai karakter, sementara Ola Anderssson berkali kali memainkan gaya mute dengans senar tunggal yang memberikan efek perkusi, sekaligus asik dan mengingatkan saya akan teknik ala Funky Metal-nya Nuno "Extreme" Bettencourt. Di menit ke tiga saya mendengar style Spock's Beard sempat dimainkan. Dalam track ini terlihat begitu banyak pengaruh yang menjadi inspirasi A.C.T.
05 - A Truly Gifted Man 6.44 (*****)
Track manis, ala reggae namun dimainkan dengan cita rasa The Beatles, yang bagi saya seharusnya sekelas dengan track kedua, alias The End. Namun di bagian-bagian akhir track ini menampilkan solo-solo yang indah yang kembali mendudukkan track ini menjadi salah satu track terbaik dalam album ini sekaligus juga merupakan track terpanjang.
06 - Presentation 1.3 (*)
Track ini mirip seperti Intro, hanya merupakan pengantar ke track-track selanjutnya.
07 - Look At The Freak 1.13 (*****)
Di sini pengaruh Queen sangat terlihat, dengan berbagai karakter vokal, berat dan lalu falsetto berganti-ganti, Herman Saming benar-benar sukses menjadi aktor utama dengan peran ganda, sayang track ini hanya bisa dinikmati tak sampai dua menit.
08 - Argument 1.06 (**)
Track ini juga tak sampai 1.5 menit dan efek suara latarnya bernada amarah, mengingatkan saya akan tokoh guru dalam salah satu album rock terlaris sepanjang zaman, yakni The Wall nya Pink Floyd.
09 - Confrontation 1.12 (***)
Track ini kesempatan bagi Jerry Sahlin menunjukkan kemampuannya eksplorasi keyboard, dan sepertinya cukup sukses, dan lagi-lagi seperti dua track sebelumnya hanya 1.12 menit. Namun track ini mungkin salah satu yang kurang manis bagi telinga kebanyakan.
10 - A Mother's Love 2.37 (*****)
Setelah tiga track pendek dengan gaya eksperimental, rasanya nikmat sekali mendengar track ini, yang sekaligus merupakan satu dari dua ballad yang dimainkan dengan sangat cantik, bergantian dengan vokalis wanita bersuara indah yang mengingatkan saya akan Shadow Gallery track Comfort Me dari album Room V. Sayang keindahan tersebut harus berakhir kurang dari 3 menit.
11 - The Funniest Man Alive 3.46 (****)
Di sini vokal Herman Saming mengingatkan saya akan vokalis Motley Crue, Vince Neil, sengau, serak dan melengking. Solo Ola Andersson dimainkan dengan cantik, begitu juga Jerry Sahlin dan membuat saya heran kenapa solo-solo yang dimainkan A.C.T tak pernah panjang-panjang meski mereka memiliki kualitas lebih dari cukup.
12 - Scared 4.42 (****)
Ada kesan ABBA sekaligus Bee Gees dalam track ini, dan sempat membuat saya cengar cengir, salah satu track paling pop, tak tanggung-tanggung Herman bahkan bisa bernyanyi dengan gaya Barry Gibbs.
13 - A Failed Escape Attempt 5:18 (***)
Lagi lagi gaya band-band rock Jepang terasa sekali di album ini, tak aneh A.C.T memiliki penggemar cukup banyak di Jepang, dan bahkan merilis album Circus Pandemonium yang khusus rilisan Jepang. Gonggongan anjing dalam album ini mengingatkan saya lagi-lagi akan album Animal Pink Floyd. Namun ketukan drum Thomas Lejon yang terkesan ngepop dalam track ini terasa kurang nyaman di telinga saya.
14 - Lady In White 4:40 (****)
Track ini merupakan ballad kedua dalam album ini, lebih keras di banding track 10, namun tetap enak di dengar. Meski nadanya murung, namun A.C.T tetap memadukannya dengan "ejeg-ejeg" ala metal. Peralihan dari beat satu ke beat yang lain mengingatkan saya akan Kansas.
15 - Freak Of Nature 5:59 (*****)
Sesuai dengan tema-nya, track ini diawali dengan aransemen ala sirkus, saya rasa Ola Andersson memainkan solo terbaiknya dalam lagu ini sekaligus menuntaskan track ini sebagai penutup yang sangat pas untuk menuntaskan album keren ini. Di menit 4.0 kita seakan mendengar komposisi ala Dream Theater yang megah dan sekaligus sahdu, Thomas mengakhiri track ini dengan beragam fill in layaknya Portnoy dalam salah satu track di Scene From a Memory.
No comments:
Post a Comment