Di Jeddah kami
menginap di Inter Continental Hotel, dan
disinilah kita kembali merasakan denyut nadi kehidupan dunia,
mulai dari mall2 dengan pakaian ala barat, restoran2 Amerika, televisi
dengan siaran tanpa sensor semisal pertandingan tenis dan lain2. Sedangkan di Madinah dan Mekkah, hal-hal seperti
itu sama sekali tidak kita lihat. Wahabi seakan akan hanya eksis di dua kota
haram.
Setelah sholat di
Masjid Terapung yang terlihat resik dibanding saat Umrah, kami makan malam di
sebuah restoran terkenal dengan masakan yang menggoda selera. Namun salah
koordinasi saat menginap menyebabkan kami lagi-lagi disuguhi jamuan makan malam
di hotel. Tanpa ba-bi-bu sebagian besar jamaah langsung lanjut dengan makan
malam kedua. Sementara tour leader kami Pak Rustam Sumarna, kami nampak sedikit gugup dan berusaha
koordinasi dengan managament hotel yang sudah memasukkan makan malam mewah
tersebut sebagai tambahan biaya. Melihat situasi yang sulit dan jamaah yang
sudah tidak bisa dikendalikan, saya dan istri mengambil inisiatif dengan diskusi
bersama tour leader, sehingga akhirnya diambil keputusan untuk mengganti biaya
makan malam dengan tidak breakfast keesokan harinya. Alhasil panitia
berkoordinasi untuk menyediakan makanan khusus yang dibeli sendiri serta
mengetuk kamar demi kamar keesokan paginya memastikan semua jamaah makan di
kamar masing-masing. Tour leader akhirnya bisa bernafas lega, bisa menghindari
pengeluaran tak terduga karena peristiwa tersebut.
Suatu malam
rombongan mampir ke salah satu Mall di Jeddah, terbelalak mata melihat pakaian
sutra, minim dan transparan yang banyak dijual di sana. Rasanya tak aneh kalau
salah seorang teman yang tahu, dibalik pakaian mereka yang tertutup, kebanyakan
wanita kalangan tertentu di kota-kota seperti Jeddah, budaya mereka sebenarnya
sudah banyak yang mengikuti kebudayaan barat.
Siangnya kami
mampir di Baso Udin, yang sayang-nya
disajikan dengan stereo foam dan sendok plastik. Di Dekat Mang Udin
terdapat dua buah toko oleh2 Arab Saudi. Namun setelah di cek dengan benar, ternyata
tidak banyak yang asli merupakan produksi Saudi Arabia. Bahkan kain motif kiswah yang kami beli pun ternyata
buatan Indonesia.
Pada sore hari-nya
ada tawaran untuk menyaksikan hukuman pemenggalan akibat kasus pembunuhan,
namun saya tidak begitu berselera menontonnya. Jadi saya dan istri memilih
untuk menyusun ulang koper kami agar cukup untuk semua oleh-oleh yang dibawa.
Lanjut ke http://hipohan.blogspot.co.id/2014/11/berangkat-haji-jabal-magnet-part-15.html
Lanjut ke http://hipohan.blogspot.co.id/2014/11/berangkat-haji-jabal-magnet-part-15.html
No comments:
Post a Comment