Tahun 2005, saya sekeluarga pernah jalan-jalan ke Makassar
menginap di Hotel Pantai Gapura, penginapan dengan cottage di atas laut sekitar
Pantai Losari. Lalu jalan2 ke Benteng Kura2 alias Fort Rotterdam, rumah adat
disekitar Makassar, kuliner hidangan laut di R.M. Lae-Lae, pelabuhan nelayan
tradisional di Paotere, mencicipi Es Pisang Hijau dan Es Palu Butung di sekitar
Losari, ke Bantimurung melihat habitat Kupu-Kupu dan air terjun.
Setelah itu, sendirian karena tugas dari kantor saya
beberapa kali ke Sorowako, melihat Danau Matano yang jernih dan indah. Namun
tak bisa benar-benar rileks, karena acara padat dengan tugas. Sayang saya dan keluarga,
sama sekali belum menyempatkan diri ke Tana Toraja. Padahal mengacu pada https://theculturetrip.com/asia/indonesia/articles/the-10-best-destinations-in-indonesia/
Tana Toraja masuk dalam 10 lokasi wisata terbaik Indonesia, bersama-sama, Bromo,
Komodo National Park, Candi Borobudur, Ubud, Bukit Lawang, Kepulauan Gili, Raja
Ampat, Yogyakarta, dan Dieng Plateau.
Kebetulan rekan2 istri seangkatan di FK Unpad, karena
semakin aktif bersosialisasi di sosmed sudah melakukan beberapa perjalanan misalnya ke Derawan, Makassar,
dan Jepang. Terkesan dengan Makassar, plan berikutnya adalah ke Tana Toraja via
Makassar. Makassar menjadi sangat
berkesan buat mereka karena kebetulan salah satu sahabat seangkatan yang kini
juga menjadi pengusaha sekaligus anggota dewan sebut saja dengan inisial AU,
bisa bantu memfasilitasi perjalanan tersebut dengan sangat baik.
Gayung pun bersambut, kebetulan AU, juga belum pernah ke
Tana Toraja yang memang cukup jauh dari Makassar. Maka dibuatlah rencana,
dengan diatur koordinator acara tiket dan perjalanan. Sementara koordinator perjalanan
di Makssar - Tana Toraja langsung dibantu oleh AU berserta ajudannya. AU yang
terkenal sangat murah hati bahkan ternyata bersedia memfasilitasi hotel,
transport dan konsumsi selama di Tana Toraja.
Perencanaan berlangsung alot, karena sebagai komunitas dokter,
waktu yang dimiliki termyata sangat terbatas, sampai2 muncul beberapa
alternatif skedul yang satu persatu akhirnya gagal. Sampai dengan skedul
terakhir, ternyata terancam banjir Jakarta yang masih terus menerus mengalami
curah hujan lebat sampai dengan pertengahan Januari. Sementara di Makassar,
cuaca juga kurang bersahabat, sehingga Bandara Hasanuddin bahkan sempat tutup
dan dialihkan ke Kalimantan. Kesulitan perjalanan ini masih diganggu dengan
prediksi cuaca di Tana Toraja yang juga sedang tidak baik, plus longsor yang
sempat menutup akses jalan Makassar – Tana Toraja.
Alhasil sebagian peserta memutuskan untuk mundur, voting
kembali dilakukan, ternyata yang akhirnya mundur cuma 3 orang, sisanya sekitar
34 orang masih mau untuk join. Sehari
sebelum berangkat kembali ada masalah, Citilink mengubah skedul sehingga yang
seharusnya terbang jam 04:10 tanggal 17/Jan/2020 mundur 10 jam. Karena terancam
gagal sementara hotel sudah dipesan, maka koordinator tiket segera negosiasi
dengan Citilink, akhirnya disepakati rombongan transit di Surabaya, dan cuma
kehilangan waktu 20 menit. Sebagian sahabat yang tidak berangkat dari Bandung,
menggunakan flight yang berbeda, bahkan ada yang sudah tiba satu hari lebih
awal.
Jauh ? ya memang ini perjalanan yang cukup jauh, salah satu
dokter di klinik, sebelumnya ke sini dengan menggunakan pesawat ATR dengan
baling-baling ganda dari Hasanuddin dan mendarat di Palopo. Dengan pesawat ini perjalanan 8 sd 12 jam dari
Makassar ke Tana Toraja bisa dipangkas menjadi 45 menit. Biayanya sekitar IDR
700.000.
Biaya Jakarta - Ujung Pandang dengan Citilink sekitar IDR 2.300.000
dengan flight schedule sbb;
Pergi Ke
Ujung Pandang
Citilink QG710
CGK – SUB (4:10 sd 5:40)
Citilink
QG350 SUB – UPG (6:55 sd 9:40)
Kembali Ke
Jakarta
Citilink QG427
UPG - CGK (9:20 sd 10:50)
Toraja merupakan satu dari empat suku yang mendominasi wilayah Sulawesi Selatan (meski ada suku-suku lainnya), tiga lainnya adalah Makassar, Mandar dan Bugis. Sekilas mengenai Tana Toraja, daerah ini merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan dengan ibukota kabupaten Makale. Luasnya sekitar 2.000 km2, dengan total populasi 268 ribu jiwa. Penduduk di dominasi keyakinan Kristen Protestan sebanyak 64 %, Katolik 18 %, Islam 12 %, dan sisanya Hindu serta Buddha sekitar 4%.
Jarak Makale dengan Makassar sebagai ibu kota propinsi sekitar 300 km, yang bisa ditempuh dalam waktu 6 jam. Namun dengan istirahat dan makan, tak jarang jarak ini memerlukan waktu belasan jam. Jika lanjut ke Rantepao dimana banyak terdapat lokasi wisata diperlukan sekutar satu jam tambahan untuk jarak sepanjang 20 km.
Kebanyakan masyarakat Toraja hidup dari hasil pertanian, seperti sayur-sayuran,kopi, cengkih, cokelat, dan vanilla. Semua produksi hasil tani ini disitribusikan melalui 6 pasar utama, yakni Makale, Ge'tengan, Sangalla, Rembon, Salubarani, dan Rantepao. Selain itu Tana Toraja terkenal dengan seni musik, seni tari, sesi sastra lisan, bahasa, rumah adat (Tongkonan), ukiran, hasil tenun, dan kuliner.
Wisata khas di daerah ini selain alam yang berbukit-bukit indah, adalah pemakaman dan ritual pemakamannya sendiri. Mayat yang disimpan di lokasi berbatu batu, dalam gua, tempat terbuka. Pada waktu tertentu, dilakukan penggantian baju mayat alias upacara Ma'Nene. Ada banyak lokasi pemakaman khas seperti Londa, Kete Kesu, Kambira (makam bayi dibawah 6 bulan) dan juga Lemo. Tidak semua suku Toraja dimakamkan ditempat2 ini, melainkan hanya marga khusus dan keturunan bangsawan, karena biaya pemakamannya memang sangatlah mahal.
Link berikutnya di https://hipohan.blogspot.com/2020/01/jalan2-ke-tana-toraja-part-2-dari-6.html
Toraja merupakan satu dari empat suku yang mendominasi wilayah Sulawesi Selatan (meski ada suku-suku lainnya), tiga lainnya adalah Makassar, Mandar dan Bugis. Sekilas mengenai Tana Toraja, daerah ini merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan dengan ibukota kabupaten Makale. Luasnya sekitar 2.000 km2, dengan total populasi 268 ribu jiwa. Penduduk di dominasi keyakinan Kristen Protestan sebanyak 64 %, Katolik 18 %, Islam 12 %, dan sisanya Hindu serta Buddha sekitar 4%.
Jarak Makale dengan Makassar sebagai ibu kota propinsi sekitar 300 km, yang bisa ditempuh dalam waktu 6 jam. Namun dengan istirahat dan makan, tak jarang jarak ini memerlukan waktu belasan jam. Jika lanjut ke Rantepao dimana banyak terdapat lokasi wisata diperlukan sekutar satu jam tambahan untuk jarak sepanjang 20 km.
Kebanyakan masyarakat Toraja hidup dari hasil pertanian, seperti sayur-sayuran,kopi, cengkih, cokelat, dan vanilla. Semua produksi hasil tani ini disitribusikan melalui 6 pasar utama, yakni Makale, Ge'tengan, Sangalla, Rembon, Salubarani, dan Rantepao. Selain itu Tana Toraja terkenal dengan seni musik, seni tari, sesi sastra lisan, bahasa, rumah adat (Tongkonan), ukiran, hasil tenun, dan kuliner.
Link berikutnya di https://hipohan.blogspot.com/2020/01/jalan2-ke-tana-toraja-part-2-dari-6.html