Salah seorang kerabat, kemudian singgah ke rumah. Kebetulan famili ini berasal dari kampung yang bertetangga dengan kampung Uda Domma. Kemudian ibuku bercerita, bahwa waktu kami di Bandung, Uda Domma pernah tinggal dengan kami. Namun sudah lama kami putus berita. Apakah kerabat ini mungkin kenal dengan seseorang yang bernama Domma ?
Ternyata, Uda Domma telah meninggal dunia beberapa waktu yang lalu. Ya, dan betul, kerabat ini memang kenal dengan Uda. Uda meninggal karena sakit paru2 dan muntah darah yang parah. Dia meninggalkan seorang istri yang dinikahinya di Jakarta, namun tanpa sempat dikaruniai anak.
Rupanya setelah usaha Uda bertambah maju, ke tempat Uda berdagang datanglah seorang pemuda perantauan yang tengah kelaparan. Melihat tampilan pemuda lontang lantung bermarga S yang memelas ini, Uda teringat akan hidup dan perjuangannya untuk mandiri beberapa waktu yang silam.
Timbullah niat tulus Uda. Tidak saja Uda dengan sigap memberi makan anak muda itu, namun anak muda itu langsung diajaknya tinggal berbagi tempat kost. Bahkan Uda mengajari dan mengajaknya untuk bersama2 berdagang.
Suatu ketika, Uda pamit ke rekan barunya itu untuk mengurus suatu keperluan. Sekembalinya ke tempat kost, Uda mendapati kamar kostnya kosong. Barang2 dagangan tak satu pun yang bersisa dan pemuda bermarga S itu pun lenyap entah kemana, Tetangga kiri kanan kost tidak ada yang tahu dan tidak pernah pula dipamitin oleh si pemuda.
Hasil penelusuran lebih lanjut Uda, mengungkapkan bahwa ternyata sang pemuda tersebut telah mengangkut seluruh barang dagangan Uda dan dengan seketika menjualnya dengan model banting harga hingga tuntas, habis tak bersisa.
Dihadapkan pada kenyataan itu, Uda Domma pun terhenyak dan terkulai lemas. Bukan hanya modal barangnya saja yang terkuras habis, tapi juga modal kepercayaan dan mungkin juga modal semangat dan modal harapannya sekaligus turut pula terbang.
Sama sekali tidak pernah terlilntas dalam fikiran Uda yang sederhana, bahkan di dunia ini ada orang yang mampu bertindak setega itu. Rasa tidak percaya, heran tak habis fikir, kecewa bercampur dengan rasa dikhianati ternyata begitu merasuk jauh dalam fikiran dan perasaannya, sehingga tak lama kemudian Uda langsung terkapar jatuh sakit. Itulah awalnya Uda terkena hantaman penyakit paru-paru.
Dalam keadaan sakit2an, seorang wanita Betawi dengan ikhlas tetap bersedia menikah dan mengurus Uda, yang saat itu telah menjadi pengangguran dan hidup terlunta2 tanpa tempat tinggal tetap. Boleh dikatakan bahwa sebenarnya Uda menggantungkan hidupnya pada istrinya itu. Namun hal ini mungkin malah memperparah beban fikiran Uda yang merasa sebagai laki2 seharusnya Uda lah yang paling bertanggungjawab atas kehidupan dan nafkah keluarganya.
Suatu ketika, entah karena firasat apa, walaupun dengan kondisi yang masih lemah, Uda mendadak berpamitan dan bersikeras untuk pulang, karena rindunya ke kampung halaman sudah tidak tertahankan. Ternyata itulah pamit perpisahan. Sesampainya di kampung, penyakit Uda memuncak dan bertambah parah dan Uda pun wafat dalam usia muda.
No comments:
Post a Comment