Puluhan tahun berselang, di mata Ibu selalu kulihat keharuan apabila aku memintanya untuk menceritakan ulang kejadian ini. Mungkin bagi Ibu ini adalah tidak saja kenangan bagi Uda yang dianggapnya adik, tapi juga kenangan akan sifat2 Ayahku yang idealis dan tulus itu. Adapun Ayah sendiri, selama hidupnya tidak pernah mengatakan atau bercerita apapun tentang detail peristiwa ini padaku. Karena, memang begitulah sifat Ayah.
Beberapa waktu berselang, setelah mengantar Uda, kembali Ayah dan Ibu bersilaturahmi ke rumah FH, sekalian ingin mengetahui perkembangan dan kemajuan Uda. Namun ternyata Uda Domma sudah tidak berada di rumah FH. Melihat ekspresi heran di wajah Ayah dan Ibuku, FH kemudian bercerita dengan dongkol.
Masak, ning roa muyu, barani2 ia masuk tu kamarku get mambuat sigaret ?? (Coba, kalian fikir, kok berani2nya dia masuk kamarku untuk ngambil rokok) ?? demikian ujar FH dengan nada tinggi.
Torus bia ma ? (Trus selanjutnya gimana ?) balas ayahku
U paorot .. !! (Aku usir !!) balas FH
Torus bia ma ? (Trus selanjutnya gimana ?) balas ayahku
U paorot .. !! (Aku usir !!) balas FH
Ayahku kaget, dan menanyakan ? Ise mangida na ? Adong na mangida na ? Ida ho ? (Siapa yang melihat ? Ada nggak yang melihat ? Apa kau lihat sendiri ?)
FH mengaku mendapat laporan dari istrinya, dan istrinya FH (istri FH masih sepupu FH, alias boru tulang FH, artinya ibu FH bersaudara kandung dengan ayah istrinya FH), juga tidak hanya mendapatkan laporan dari pembantu rumah tangga mereka. Jadi tidak satu pun dari mereka berdua suami istri yang menyaksikan langsung laporan tersebut.
Mengingat karakter Uda Domma yang dikenal Ayah selama ini, Ayah sebenarnya tidak yakin kebenaran cerita itu. Tapi kemana pula Ayah harus melakukan crosscheck ? Toh Uda sebagai tertuduh utama telah tidak lagi berada disana. Lain halnya bila FH, begitu mendengar laporan pembantunya, terlebih dahulu mengajak Ayah berunding. Kalau begitu jalan ceritanya, tentunya pihak2 yang terkait bisa dikonfrontasi langsung.
Ayah terdiam menghela nafas dengan ekspresi muka yang dalam bahasa Tapanuli Selatannya dikatakan lebak (yang kalau kita coba tafsirkan adalah campuran dari rasa sedih dan kecewa, tapi lebih didominasi rasa prihatin/ menyayangkan).
Sejak saat itu Uda Domma menghilang, dan Ayah pun tidak pernah pula bertemu FH.
Namun beberapa waktu kemudian, FH datang tergopoh2 ke rumah, berdua bersama istrinya dan tanpa basa – basi langsung bertanya;
Anggia, i boto amu do sanga i dia sannari si Domma ?
(Kalian tahu si Domma dimana sekarang ?)
Ayah dan ibuku menggeleng, terdiam dan bertanya2 dalam hati.
Inda jungada amu pasuo dohot si Domma ?
(Kalian nggak pernah ketemu Domma ?)
Inda jungada, dung do upataru ia tu amu an di na sadari i, inda jungada be ami pasuo
(Nggak pernah, sejak aku antar ke tempatmu dulu, tidak pernah lagi kami ketemu ..)
Bia lakna ? (Emangnya kenapa) ? sambung Ayah
Boh .., apengani um solkotan do hubungan nami pado2 tu ho anggia ..
(Wah, ternyata hubungan kami lebih erat daripada hubungan dia denganmu ..)
Bia lakna hubungan muyu ? (Seperti apa rupanya hubungan kalian ? )
Sapala anak namboru kandung uma’ku ma aya nia ..
(Ternyata, Ibu FH saudara sepupu kandung dengan Ayah Uda Domma, jadi orangtua ibu FH bersaudara kandung dengan orangtua Ayah Uda Domma. Sehingga, antara Ibu FH dengan Ayah Uda – menurut adat Tapanuli, merupakan hubungan antara boru Tulang dan anak Namboru. Kebetulan, sama dengan hubungan persaudaraan antara FH dengan istrinya yang akhirnya memang terikat pernikahan).
Rupanya, tidak lama setelah FH mengusir Uda, ibu FH berkunjung ke rumah FH. Ngobrol ngalor ngidul, secara tidak sengaja FH berkisah tentang mantan tukang cuci mobilnya yang bermarga Pohan dan telah diusirnya tersebut. Mendengar cerita dan deskripsi FH, Ibu FH terperanjat, dan kemudian mencecar anaknya dengan ciri2 dan latar belakang (kampung halaman) Uda Domma. Sontak menyadari bahwa Uda Domma adalah keponakannya, Ibu FH gusar dan memarahi FH.
Masak kau nggak ngerti bahwa ayahnya Domma itu sepupuku kandung ? Terlalu kau ! omel Ibu FH panjang pendek. Cepat jemput dia ! sergah Ibu FH. FH dan istrinya langsung mencari Uda ke tempat Ayah. Ayah dan Ibu tercenung mendengar penuturan FH. Namun Ayah dan Ibu pun tidak bisa membantu, karena sejak Ayah dan Ibu mengantarkan Uda ke rumah FH, mereka tidak pernah saling kontak lagi dengan Uda.
Waktu pun berlalu.
No comments:
Post a Comment