Pertemuan awalku dengan Uda Domma terjadi saat aku berusia sekitar 5 tahun. Saat itu kami sekeluarga tinggal di sebuah rumah kontrakan di daerah jalan Nilem Dalam, Buahbatu, Bandung. Awal persaudaraan keluarga kami pun dengan Uda Domma terjadi secara spontan dan alamiah, khas orang perantauan.
Seperti umumnya terciptanya persaudaraan sesama orang rantau, Uda Domma yang kemudian ternyata bermarga Pohan, muncul begitu saja di pintu kontrakan rumah kami dan memperkenalkan dirinya. Ayahku pun menyambutnya dengan wajar dan hangat. Itulah awal aku mengenalnya atau tepatnya sebaliknya, awal Uda mengenalku.
Meskipun mulanya nama Domma terasa aneh di telingaku, namun nama2 orang Tapanuli umumnya mengandung makna tertentu. Baik makna harafiah maupun terkait dengan peristiwa dalam bahasa daerah, ataupun juga berasal nama dan istilah yang diambil dari Kitab Suci.
Demikian pula, nama khas Tapanuli Utara. Tentunya kalau tidak berasal dari Kitab Sucinya, nama2 Barat, juga pastinya berasal dari bahasa asli daerah. Hanya, memang, bagi yang tidak terbiasa, kadang jadi merasa, kok antara sesama saudara, namanya bisa jomplang jauh ya ? Misalnya temanku satu sekolah. Nama abangnya Rockefeller, tapi namanya sendiri Martumpal. Nah bagi yang nggak ngerti pasti menganggap, yang satu modern banget, tapi yang lainnya kok tradisional banget ? Ibarat Pizza dijejer sama Gethuk, atau ibarat Spaghetti dipajang bareng Ombus2 (ini sejenis makanan khas Tapanuli, yang disajikan panas2, sehingga ditiup dulu sebelum dimakan, Ombus sendiri berarti tiup atau hembus dalam Bahasa Indonesia).
Yang paling parah ini karena memang teman2 satu sekolah tidak terbiasa, singkatan panggilan nama kawan ini, tidak seperti kebiasaan khas Tapanuli yang menyingkat nama Martumpal menjadi Tumpal atau Tuppal, tapi malah mereka menyingkatnya menjadi Martum. Untuk ini memang kebiasaan Tapanuli agak sedikit aneh, alih alih menggunakan DM seperti Bahasa Indonesia (misal Dia pergi), Tapanuli menggunakan MD (misal Pergi dia).
No comments:
Post a Comment