Tuesday, July 31, 2012

Uda Domma #7 Buah Mahoni

Suatu ketika, adik ibuku, Tulang N, datang dari Padang Sidempuan ke Jakarta. Ibuku kemudian menugaskan Tante Z untuk menjemput Tulang N ke Jakarta dan membawanya ke Bandung. Saat perjalanan pulang Jakarta Bandung, Tante Z melihat sosok Uda Domma tengah menggelar buah di bawah deretan pepohonan Mahoni di pinggiran jalan. Buah Mahoni, yang berkulit keras dan berwarna coklat marun itu saat itu memang ramai didesas desuskan  karena konon dianggap obat penyakit darah tinggi. Agaknya Uda memanjat dan memetik sendiri buah2 Mahoni itu dan menggelarnya di pinggir jalan.

Tak lama setelah kisah Tanteku itu, Uda Domma tiba2 muncul pula di pintu rumah kontrakan kami. Dengan badan tegak, langkah2 panjang dan wajah berseri2, Uda berseru dengan nada riang ke Ayah,
 
Bang, ma marepeng au sannari ! Aha do giot ni Abang ?
(Bang, sekarang aku udah punya uang !  Abang pengen apa ?)
Boh, adong lakna epengmu (Wah, ada rupanya duitmu ?)
sambut Ayah sambil tersenyum.
Beres mai (Bereslah itu),
Aha do giot ni Abang ? So utabusi, momo mai !, seraya menepuk kantongnya
(Abang mau apa ? Biar aku yang traktir, Gampanglah itu ..)
Bang, Keta ma tu pasar manobusi buntut so i masak kakak !
(Bang, ayolah kita ke pasar, kita beli buntut biar dimasak kakak .. !)

Ayah dan Uda kemudian bergegas ke pasar dan membeli buntut sapi yang paling besar, paling segar dan paling mantap. Mereka pun bersama2 memboyong buntut tersebut pulang naik becak, dan  menyerahkannya pada Ibu untuk segera dimasak (Uda tahu masakan favorit ayahku dan juga Uda sendiri. tak lain dan tak bukan adalah sup buntut made in Ibu).

Tulangku N sendiri, puluhan tahun kemudian, pernah mengatakan bahwa setelah sekian lama mencoba sup buntut di berbagai tempat, maka yang menurutnya rasanya setara dengan sup buntut Ibu adalah yang pernah dia cicipi di Hotel Borobudur. Itu pula sebabnya, sejak dahulu kala, sejak mereka baru menikah, sering sekali Ayah membujuk Ibuku untuk membuat warung spesial sop buntut. Namun niat itu tidak pernah terealisasi karena berbagai faktor, antara lain karena Ibu ingin berkonsentrasi mengurus dan membesarkan kami anak2nya.

Tak berapa lama, setelah suara ayunan lading (golok) ibu di dapur, suara ulekan sambal, dan desis bawang goreng di kuali, sup buntut pun terhidang dengan asap mengepul, diselaputi aroma yang mencekam, kuah panas yang sampai ke tepian mangkok sup dan bonggolan buntut yang berenang pelan didalamnya. Sup buntut memang paling enak dimasak saat daging sapi itu baru saja dipotong. Ibu melengkapinya dengan sambal segar yang terbuat dari cabe hijau plus sedikit tomat (tidak digoreng dan tidak pakai terasi). Ibu tidak memasak kerupuk udang, tapi lebih sering menggunakan emping.

Ditengah2 upacara penyeruputan kuah sop buntut panas, dan ritual penggerogotan daging yang menempel pada sela2 tulang sapi, Ibu menanyakan ke Uda, apa sih yang sebenarnya terjadi ? Kenapa Uda sampai di Drop Out dari tempat tinggal FH ?

Uda menceritakan bahwa sehari2 ia sibuk mencuci mobil FH yang memang telah menjadi tugas utamanya. Suatu ketika pembantu wanita yang ada di rumah mungkin karena melihat majikannya sering bersikap semau gue terhadap Uda menyuruh Uda menjemur pakaian di loteng rumah. Namun Uda yang memprioritaskan tugasnya mencuci mobil, menolak. Nah, apakah mungkin hal itu yang membuat si pembantu kesal dan lantas mempelintir fakta dan kata, tidak jelas, karena sampai detik pengusiran tersebut, Uda tidak pernah di crosscheck atau dikonfrontir dengan sang pembantu wanita.

Mungkin juga karena umumnya manusia terlalu terpaku pada statement ’mana ada sih maling yang ngaku ?’ Sehingga statement inilah yang akhirnya membuat kita lalai mengkonfrontir dan meng crosscheck fakta. Akibatnya ? Kita jadi kesulitan sendiri untuk membedakan antara yang tidak maling, dengan yang benar2 maling namun tidak mengaku maling. Dua2nya juga nggak bakalan ngaku maling. Meskipun tidak mungkin kedua2nya sekaligus sama2 maling kan ?

Ibu menceritakan bahwa FH dan istrinya datang ke rumah tak lama setelah kepergian Uda, atas perintah ibunya FH yang merupakan bounya kandungnya Uda. Namun Uda Domma hanya merenung sesaat dan tidak memberikan komentar apa2.

No comments: