Membaca buku ini membuat mata kita terbuka betapa Bani Saud, belum dapat mengimplementasikan Islam dengan cara yang diajarkan Nabi, khususnya dalam memperlakukan wanita. Meski Nabi dalam salah satu hadistnya mengatakan “Sebaik-baik kamu (suami ) adalah yang paling baik kepada istrinya dan aku adalah yang paling baik kepada istriku”. Sesuai penuturan Sang Puteri yang diceritakan kembali oleh Jean P. Sasson, sampai dengan 1991, kaum wanita Saudi masih menjadi sekedar kaum pelengkap, hidup dan matinya ditentukan kaum lelaki, tidak hanya pelecehan, hukuman perzinahan yang berat sebelah, bahkan kaum lelaki acapkali dapat menghukum mati anggota keluarga wanita yang “bersalah” mulai dari penyekapan, sampai penenggelaman. Dalam cerita ini wanita akan diceraikan dengan mudah saat mereka tak lagi sehat atau tak dapat memberikan anak lelaki. Sebaliknya para “pangeran” Bani Saud dapat tenang2 saja meski mereka sendiri berperan dalam perzinahan dimaksud.
Sungguh ironis membaca bagaimana generasi kedua dan ketiga para lelaki Bani Saud, menghambur-hamburkan uang, sementara masih banyak saudara-nya di tempat lain yang kelaparan. Bahkan alkoholisme dan pesta2 seks gelap terjadi meski secara sembunyi2 dengan mendatangkan berbagai macam wanita penghibur dari seluruh Eropa. Sebagaimana yang disampaikan Putri Sultana, suku Badui memang selamat dari panasnya padang pasir namun mereka hancur dan mabuk karena kekayaan “emas hitam”.
Bukan cuma itu Faruq (abang-nya Sultana) bahkan sering berpetualang ke berbagai negara, khususnya Thailand dan Mesir dimana keperawanan gadis gadis cilik bisa dibeli, serta plesiran di Eropa dan Amerika demi memenuhi hasrat seksualnya, meski di negaranya dia dibebaskan sampai memiliki empat istri dan sekian gundik. Cerita ini juga mengisahkan beratnya hal2 yang dialami pekerja wanita dari dunia ketiga, meski tidak menyebut Indonesia, karena Sang Putri mengisahkan pengalaman pekerja Phillipina yang sengaja dijadikan “eksperiman” anak2 lelaki sebuah keluarga setelah sebelumnya “dicicipi” oleh ayah-mereka.
Dinasti Saud berawal dari Al Saud dan Al Wahhab, gabungan antara mental prajurit Badui dan pemahaman agama yang keras, tak aneh jika kedua kombinasi ini sempat melakukan pembunuhan secara besar2an penduduk lelaki Thaif, sebuah perkampungan didekat Mekkah pada awal 1800 an. Meski akhirnya kekuasaan mereka di ambil alih Turki, dan kemudian Bani Rashid di Riyadh, namun pada 1902, Bani Saud kembali merebut kekuasaan dari Bani Rashid.
Setelah itu Bani Saud dipimpin Abdul Azis bekerja sama dengan pemerintah Inggris melawan Turki yang memang memilliki motif penguasaan sumber2 minyak yang sangat dibutuhkan dalam revolusi industri yang saat itu sedang bertumbuh pesat di Eropa. Lalu Abdul Azis mengangkat dirinya dari pejuang Badui menjadi Raja Hijaz, di Mekkah. Pada 1932, Hijaz dan Najd digabung menjadi satu kerajaan yang kita kenal sekarang sebagai Arab Saudi. Setelah Abdul Azis wafat maka diganti dengan anak sulung-nya Raja Saud. Namun kebiasaan Raja Saud yang buruk dan bermewah mewahan, akhirnya membuat dia terusir ke Beirut dan mahkota kerajaan diambil alih Raja Faisal. Raja Saud akhirnya meninggal setelah menghabiskan 15 juta USD dalam pengasingan.
Raja Faisal yang dikenal sebagai pribadi yang lurus, berkali kali terlibat pertentangan dengan para pangeran muda yang merasa beliau membatasi gerakan mereka dan terlalu terobsesi dengan modernitas. Dua tahun setelah mengembargo minyak bagi Amerika sebagai bentuk protes atas keberpihakan Amerika pada Israel, pada 1975 Raja Faisal tewas dibunuh keponakan-nya. Lalu digantikan Raja Khalid sampai dengan wafat tahun 1982 dan lalu digantikan Raja Fahd dengan Pangeran Abdullah sebagai putra mahkota. Sampai kapan Bani Saud bertahan ? semakin jauh mereka dari ajaran Nabi akan semakin sulit bagi mereka untuk menolak aspirasi warga Saudi yang menginginkan perubahan yang lebih baik, dan hanya waktu yang bisa menjawab.
Bagaimana Sasson dapat menuliskan buku ini ? dia menetap di Arab Saudi dari 1978 sd 1991 dan bekerja di Rumah Sakit Khusus dan Pusat Penelitian Raja Faisal. Tahun 1983 Sasson bertemu Sang Putri (yang dalam buku ini disamarkan sebagai Putri Sultana Al Saud). Anak bungsu dari sepuluh bersaudara dengan hanya satu anak lelaki (Faruq) , dimana Ibu mereka merupakan istri pertama ayah-nya. Terinspirasi dari perjuangan wanita di seluruh dunia, Sultana berbagi tentang riwayat hidupnya agar mendapatkan dukungan dari seluruh dunia tentang perjuangan wanita Saudi.