Jika anda berharap membaca sebuah buku baru, sepertinya buku Assad terakhir tidak bisa menjawab harapan tsb, karena dalam buku ini cukup banyak pengulangan dari buku Assad sebelumnya. Sebenarnya sayang juga kenapa hal ini terjadi, sehingga terkesan Assad memaksakan rilis-nya buku baru sementara artikel yang ada sebenarnya belum cukup.
Meski demikian beberapa cerita menarik yang tak termasuk kategori diatas cukup menghibur dan mengingatkan kembali akan keluar biasaan sedekah. Berbeda dengan buku sebelumnya dimana tulisan Assad masih dapat kita jumpai sebagai bagian dari buku, kali ini Assad hanya menulis kata pengantar, dan artikel selebihnya adalah karya kontributor.
Beberapa artikel unik dibuku ini adalah karya Koen Hasyim ketika ingin menonton konser Maher Zain, mengingatkan saya akan pengalaman Assad juga. Meski banyak yang bercita cita besar seperti ke Paris atau bahkan naik Haji gratis, namun ada juga yang sangat sederhana seperti kontribusi Nurafni yaitu sekedar berharap tiket berdiri dan kursi yang kebetulan kosong dapat dia duduki hingga akhir perjalanan. Hal sederhana lainnya adalah karya Dyah Sulistiowati yang sedekahnya dapat menyebabkan-nya terlindungi dari kecopetan di metromini. Kesimpulan-nya tidak selalu rezeki yang kita dapatkan dengan sedekah melainkan juga terhindar dari musibah.
Bagaimana dengan selain rezeki dan terhindar dari musibah ?, kali ini Riezka Sari mengangkat cerita lain yaitu bagaimana dia mendapatkan sahabat, seorang kakek yang sejak mendapatkan sedekah selalu datang kembali dengan berbagai buah tangan, mulai dari karung bawang merah yang baru dipanen, telor asin, beras ketan, dan lain2. Atau Wenny Hikmah, yang duitnya sendiri yang ternyata dikembalikan saat kondisi ekonominya berat, atau Rahmatul Ufa yang haid-nya menjadi lancar. Masih ada hal unik dibuku ini yaitu kontributor non muslim Jessica Jayawiguna yang bercita cita ingin ke Melbourne.
Namun karya paling aneh dalam buku ini adalah kontribusi Thareq Barasabha yang justru bukan kisah nyata melainkan lebih mirip karya sastra dan menggambarkan seakan akan uang dapat berbicara dan memiliki perasaan, sepertinya ini karya salah tempat, buat saya.
Karena karya ini didominasi oleh kontributor, maka gaya bahasanya sangat beragam, mulai dari yang “lu – gue” sampai dengan “bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Sepertinya orisinalitas ini memang disengaja oleh Assad. Kesimpulan saya buku tetap buku yang menarik, meski dengan kekurangan yang saya sampaikan diatas, dan saya tutup dengan kutipan dari kontribusi Ferdy Kanz, yaitu “jangan kamu beri Allah dengan tigas sisa, yaitu sisa waktu, sisa tenaga dan sisa harta”.
Meski demikian beberapa cerita menarik yang tak termasuk kategori diatas cukup menghibur dan mengingatkan kembali akan keluar biasaan sedekah. Berbeda dengan buku sebelumnya dimana tulisan Assad masih dapat kita jumpai sebagai bagian dari buku, kali ini Assad hanya menulis kata pengantar, dan artikel selebihnya adalah karya kontributor.
Beberapa artikel unik dibuku ini adalah karya Koen Hasyim ketika ingin menonton konser Maher Zain, mengingatkan saya akan pengalaman Assad juga. Meski banyak yang bercita cita besar seperti ke Paris atau bahkan naik Haji gratis, namun ada juga yang sangat sederhana seperti kontribusi Nurafni yaitu sekedar berharap tiket berdiri dan kursi yang kebetulan kosong dapat dia duduki hingga akhir perjalanan. Hal sederhana lainnya adalah karya Dyah Sulistiowati yang sedekahnya dapat menyebabkan-nya terlindungi dari kecopetan di metromini. Kesimpulan-nya tidak selalu rezeki yang kita dapatkan dengan sedekah melainkan juga terhindar dari musibah.
Bagaimana dengan selain rezeki dan terhindar dari musibah ?, kali ini Riezka Sari mengangkat cerita lain yaitu bagaimana dia mendapatkan sahabat, seorang kakek yang sejak mendapatkan sedekah selalu datang kembali dengan berbagai buah tangan, mulai dari karung bawang merah yang baru dipanen, telor asin, beras ketan, dan lain2. Atau Wenny Hikmah, yang duitnya sendiri yang ternyata dikembalikan saat kondisi ekonominya berat, atau Rahmatul Ufa yang haid-nya menjadi lancar. Masih ada hal unik dibuku ini yaitu kontributor non muslim Jessica Jayawiguna yang bercita cita ingin ke Melbourne.
Namun karya paling aneh dalam buku ini adalah kontribusi Thareq Barasabha yang justru bukan kisah nyata melainkan lebih mirip karya sastra dan menggambarkan seakan akan uang dapat berbicara dan memiliki perasaan, sepertinya ini karya salah tempat, buat saya.
Karena karya ini didominasi oleh kontributor, maka gaya bahasanya sangat beragam, mulai dari yang “lu – gue” sampai dengan “bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Sepertinya orisinalitas ini memang disengaja oleh Assad. Kesimpulan saya buku tetap buku yang menarik, meski dengan kekurangan yang saya sampaikan diatas, dan saya tutup dengan kutipan dari kontribusi Ferdy Kanz, yaitu “jangan kamu beri Allah dengan tigas sisa, yaitu sisa waktu, sisa tenaga dan sisa harta”.
1 comment:
sedekah memang luar biasa
Post a Comment