Apa saja obyeknya ? Merlion Statue, Marina Bay, Esplanade, Raffles Hotel, Singapore Flyer, Sentosa, Boat Quay, Clarke Quay, Marina Barrage, dan SMU (Singapore Management University yang juga menjadi incaran si sulung) dll. Saat kami menggunakan bus ini dan duduk diatas, ternyata hujan turun dengan sangat deras. Meski sudah menggunakan terpal namun angin yang sangat kencang dan supir yang agak ugal2an membuat kami basah kuyup. Namun kami tetap bertahan sambil tertawa tawa, rasanya bener2 seperti “Live Your Life To The Fullest”.
Berhenti di Merlion, hujan masih terus mengguyur Singapore,
awan2 bergumpal gumpal dan berwarna hitam. Kami memutuskan membeli dua gelas
kopi sambil menunggu hujan reda. Setelahnya barulah saya mengeluarkan tripod
dan kamera andalan, untuk menangkap obyek unik alias Marina Bay. Saat asyik
menyeruput kopi terdengar dentuman meriam berkali kali, dan pesawat tempur yang
melintas dalam jarak dekat dengan suara menggelegar, yang ternyata merupakan
simulasi peringatan hari jadi Singapore.
Ketika akan kembali ke apartemen, si sulung dan si bungsu ingin ke Sommerset, saya merasa penting bagi mereka untuk bisa jalan tanpa saya dan istri agar kemandirian-nya terlatih. Apalagi istri mempunyai agenda yang berbeda, maka kami pun berpisah, meski istri sempat kuatir, namun tengah malam mereka kembali dengan wajah puas. Hemm terpintas dalam benak saya kelak mereka harus menjalani hidupnya sendiri tanpa kami berdua, dan cepat atau lambat hal itu harus dibiasakan sejak sekarang.
Begitulah Singapore yang masyarakat-nya selalu berjalan cepat, dan si bungsu bahkan sempat di tabrak nenek2 di halte karena berjalan terlalu lambat. Bahkan escalator di MRT rasanya merupakan escalator tercepat yang pernah saya naiki. Bagaimana orang2 tua dipekerjakan di tempat2 umum, jadi jangan heran kalau kita dilayani kakek2 dan nenek2 di food court misalnya atau dimana mereka menjadi cleaning service di Bandara, meski rasanya kurang sopan karena saat dimana mereka harusnya istirahat tetapi malah harus melayani orang2 yang lebih muda. Pengumuman denda dimana-mana, yang nilainya bisa bikin dompet kempes seketika.
Masuk hari keempat rasa rindu ke tanah air sudah tidak
terbendung, khususnya masakan, rasanya tidak ada yang seenak di Indonesia.
Mendarat di Husen kami langsung mampir di Baso Malang Enggal cabang Pasteur.
Sambil menyeruput kuah panas dan pedas saya teringat malam2 sendirian hunting
foto Scotts Road yang disalah satu perempatan-nya berdiri ION, mall terbaru
sekaligus termegah di Singapore saat ini, memang mereka maju secara materi, namun
demikian saya sangsi apakah secara psikologis masyarakat Singapore adalah
masyarakat yang berbahagia, dan akhir kata bagi saya Indonesia tetap negara
terindah di dunia. Ketika akan kembali ke apartemen, si sulung dan si bungsu ingin ke Sommerset, saya merasa penting bagi mereka untuk bisa jalan tanpa saya dan istri agar kemandirian-nya terlatih. Apalagi istri mempunyai agenda yang berbeda, maka kami pun berpisah, meski istri sempat kuatir, namun tengah malam mereka kembali dengan wajah puas. Hemm terpintas dalam benak saya kelak mereka harus menjalani hidupnya sendiri tanpa kami berdua, dan cepat atau lambat hal itu harus dibiasakan sejak sekarang.
Begitulah Singapore yang masyarakat-nya selalu berjalan cepat, dan si bungsu bahkan sempat di tabrak nenek2 di halte karena berjalan terlalu lambat. Bahkan escalator di MRT rasanya merupakan escalator tercepat yang pernah saya naiki. Bagaimana orang2 tua dipekerjakan di tempat2 umum, jadi jangan heran kalau kita dilayani kakek2 dan nenek2 di food court misalnya atau dimana mereka menjadi cleaning service di Bandara, meski rasanya kurang sopan karena saat dimana mereka harusnya istirahat tetapi malah harus melayani orang2 yang lebih muda. Pengumuman denda dimana-mana, yang nilainya bisa bikin dompet kempes seketika.
No comments:
Post a Comment