5/Agustus/2010, terowongan di kedalaman sebuah tambang emas
dan tembaga di Gurun Atacama di Chile longsor. Gumpalan batu berukuran raksasa
menutup jalan keluar para penambang. Atacama ? hemm mengingatkan saya akan
komik Garth karya Frank Bellamy dalam episode "Topeng Atacama". 33
penambang dengan satu diantaranya warga Bolivia, terperangkap di bawah tanah,
selama berhari-hari, keluarga mereka dan para simpatisan menunggu dengan harap2
cemas.
Lokasi tambang dipenuhi dengan deru mesin-mesin bor untuk mencari tanda-tanda kehidupan di lokasi2 yang diduga sebagai tempat mereka berlindung.Setelah belasan hari akhirnya salah satu mesin bor dinaikkan kembali ke permukaan dengan ujung merah karena cat dan pesan yang pendek namun meledakkan kegembiraan bahwa mereka masih hidup dalam kegelapan, meski dengan makanan dan air terbatas.
Lokasi tambang dipenuhi dengan deru mesin-mesin bor untuk mencari tanda-tanda kehidupan di lokasi2 yang diduga sebagai tempat mereka berlindung.Setelah belasan hari akhirnya salah satu mesin bor dinaikkan kembali ke permukaan dengan ujung merah karena cat dan pesan yang pendek namun meledakkan kegembiraan bahwa mereka masih hidup dalam kegelapan, meski dengan makanan dan air terbatas.
Para ahli pengeboran dari seluruh dunia berjuang siang dan
malam untuk menyelamatkan mereka. Dengan menggunakan tiga jenis mesin yang
independen sekaligus "berkompetisi" untuk menyelamatkan 33 korban.
Kisah nyata tentang bagaimana para penambang bertahan hidup selama 69 hari di
kedalaman tujuh ratus meter di bawah tanah, dan bagaimana warga Chili bersatu
padu dalam doa dan upaya untuk menyelamatkan mereka.
Berbeda dengan karya Nando Parrado dalam buku “Miracle In The Andes”, Manuel mengupas peristiwa ini dari kaca mata pengamat dan bukan korban. Begitu juga bahasa yang digunakan lebih mirip kalimat berita, dibanding psikologis hal2 yang dialami korban. Meski demikian Toro, mencoba menambahkan di bab2 akhir hasil wawancara dengan dua korban, yang sayangnya tidak dibahas secara menarik, namun lebih mirip transkrip wawancara.
Cerita konyol dalam peristiwa ini adalah ketika selingkuhan salah satu korban dan istri sah-nya terpaksa harus bertemu untuk pertama kali di permukaan (yang disebut juga dengan Camp Hope), dan berakhir dengan kekalahan istri sah. Jadi ketika para korban menangis haru saat memeluk anak atau istri mereka, sebaliknya korban yang satu ini, memilih untuk memeluk selingkuhan-nya.
Kalau anda berharap buku ini sebaik karya Nando Parrado, anda akan kecewa, namun jika Nando kehilangan keyakinan akan eksistensi Tuhan dalam peristiwa Andes, sebaliknya para penambang, merasakan cahaya-Nya dalam kegelapan. Beberapa tokoh peristiwa Andes juga ikut datang ke Atacama untuk memberikan support pada para penambang. Ironisnya beberapa perusahaan ikut menjadikan momen yang menjadi perhatian dunia ini sambil tak lupa “beriklan” mengingatkan kita akan partai2 di Indonesia yang berlomba berkunjung ke lokasi musibah tanpa melupakan bendera dan selebaran.
Berbeda dengan karya Nando Parrado dalam buku “Miracle In The Andes”, Manuel mengupas peristiwa ini dari kaca mata pengamat dan bukan korban. Begitu juga bahasa yang digunakan lebih mirip kalimat berita, dibanding psikologis hal2 yang dialami korban. Meski demikian Toro, mencoba menambahkan di bab2 akhir hasil wawancara dengan dua korban, yang sayangnya tidak dibahas secara menarik, namun lebih mirip transkrip wawancara.
Cerita konyol dalam peristiwa ini adalah ketika selingkuhan salah satu korban dan istri sah-nya terpaksa harus bertemu untuk pertama kali di permukaan (yang disebut juga dengan Camp Hope), dan berakhir dengan kekalahan istri sah. Jadi ketika para korban menangis haru saat memeluk anak atau istri mereka, sebaliknya korban yang satu ini, memilih untuk memeluk selingkuhan-nya.
Kalau anda berharap buku ini sebaik karya Nando Parrado, anda akan kecewa, namun jika Nando kehilangan keyakinan akan eksistensi Tuhan dalam peristiwa Andes, sebaliknya para penambang, merasakan cahaya-Nya dalam kegelapan. Beberapa tokoh peristiwa Andes juga ikut datang ke Atacama untuk memberikan support pada para penambang. Ironisnya beberapa perusahaan ikut menjadikan momen yang menjadi perhatian dunia ini sambil tak lupa “beriklan” mengingatkan kita akan partai2 di Indonesia yang berlomba berkunjung ke lokasi musibah tanpa melupakan bendera dan selebaran.
No comments:
Post a Comment