Setelah koleksi novel Pramoedya saya relatif lengkap, pelan2 saya coba menamatkan satu demi satu, dan pilihan berikutnya jatuh pada Larasati. Buku ini berkisah tentang seorang artis film bernama Larasati (selanjutnya dipanggil Ara). Pada masa revolusi Ara memutuskan untuk berangkat dari Jogja ke Jakarta demi menyelamatkan lagi karir film-nya yang sempat stagnan. Namun perjalanan pada masa revolusi sangatlah sulit, Ara dituntut untuk berhati hati dan bersikap netral, karena bergerak dari daerah kawan ke daerah lawan. Salah bersikap setiap pihak bisa saja menganggap Ara sebagai musuh.
Saat di daerah lawan, nama Ara yang masih sangat dikenal sebagai
artis memancing beberapa tokoh NICA untuk mengajaknya bermain dalam film
propaganda NICA. Ara yang sangat mencintai Indonesia menolak meski dia diancam
dan sempat dipaksa ke penjara.
Meski Ara pergaulan-nya relatif bebas, dan berhubungan secara “khusus” dengan banyak lelaki atas dasar suka sama suka, namun cinta-nya ke Indonesia tidak pernah padam. Sepanjang perjalanan Ara juga menemukan orang2 munafik yang rela “menyembah” penjajah sambil menginjak bangsa sendiri. Sebaliknya Ara meski sebagian orang menganggapnya hina, namun dia bertekad berjuang bagi Indoensia termasuk saat menyelamatkan uang ORI yang baginya adalah merupakan uang rakyat yang harus dijaga sepenuh hati.
Dalam buku yang sempat menjadi cerita bersambung di Bintang
Timur ini Pram juga mengangkat penting-nya orang2 muda bersikap, karena
generasi yang lebih tua sudah tidak dapat diharapkan lagi. Mirip seperti
perkataan Soekarno yang memang idola Pramoedya, yang pernah mengatakan “Beri
aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia !”. Begitu juga novel Larasati
menggambarkan pemuda2 belasan tahun yang rela mengorbankan jiwa raga untuk
kemerdekaan bangsa. Seperti karya2 Pram pada umum-nya, beliau lebih suka
membiarkan pembaca menebak nebak akan kemana ceritanya mengalir, persis seperti
arti hidup itu sendiri. Hal ini lah yang
menjadi daya tarik tersendiri bagi novel ini.
Lantas muncul tokoh Jusman yang digambarkan
sebagai pemuda Arab berlibido tinggi dan tergila gila pada Ara. Entah
menggambarkan pendapat Pramoedya pada peran Arab saat kemerdekaan atau tidak, Jusman
terlihat berusaha tampak netral tetapi justru memiliki hubungan khusus dengan
Belanda. Ara yang berusaha menyelamatkan Ibunya yang berkerja pada keluarga
Jusman, membuat-nya terperangkap jebakan Jusman dan sempat terpaksa menjadi
istri. Namun cerita berakhir bahagia setelah Ara menemukan Kapten Oding. Bagi
saya buku ini sekali lagi membuktikan kelas Pramoedya.
No comments:
Post a Comment