Bagi penggemar Tintin buku ini tentu merupakan menu wajib yang harus pernah di baca. Tadinya saya kira ini merupakan kompilasi karya Michael Farr yang pernah saya beli sebelumnya dan lebih fokus pada tokoh2 utama Tintin, misalnya Jendral Alcazar, Bianca Castafiore, dll, namun ternyata buku ini berbeda, karena lebih ke cerita di balik setiap episode, misalnya dari siapa inspirasinya, bahan2 apa yang digunakan sebagai referensi, siapa nara sumber yang digunakan Herge, kapan dimulai dan kapan berakhir, serta kritik2 terhadap Herge dll.
Dengan buku ini kita baru tahu bahwa episode “Tintin di Congo” misalnya sesuatu yang dianggap sebagai dosa masa lalu bagi Herge, karena penggambaran Tintin yang terkesan memiliki hobi membunuh binatang, bahkan pada edisi awal yang belum dikoreksi, Tintin meledakkan gajah. Episode ini juga terkesan sara, karena sikap Tintin pada kaum kulit hitam.
Kita juga jadi menyadari bahwa Herge memerlukan waktu yang sangat lama untuk sebuah komik, terutama karena riset yang harus dilakukan. Misalnya semua mobil, kendaraan tempur, kereta api, pesawat terbang bahkan sampai dengan seragam yang digunakan adalah benar2 ada (kecuali seragam di negara fiktif seperti Syldavia) , dan digambar dengan ketelitian yang mengagumkan.
Perfeksionisme yang dia miliki sering menjadi tekanan berat bagi dia, apalagi kalau kemudian ada komplain pada karya yang dia buat. Hal ini yang dia alami saat membuat “Bintang Jatuh” misalnya, dimana kapal yang digunakan dinilai tidak layak untuk ekspedisi seberat itu. Begitu juga saat Herge dikritik dalam “Penjelajahan di Bulan” dimana nara sumber yang digunakan Herge meyakinkan dia kalau di Bulan ada es sehingga hal tsb dia gambarkan dalam buku-nya.
juga jadi tahu kenapa tuduhan anti semit diarahkan padanya, karena pada “Bintang Jatuh” Herge menggambarkan ekspedisi pesaing yang disponsori oleh bankir Yahudi (Blumenstein) dengan kapal berbendera bintang dan garis, meski setelah protes diterima Herge, dia mengubah warna bendera (menjadi merah hitam) dan nama bankir-nya (Bohlwinkel) namun tanpa sadar dia justru menggunakan nama yang lebih berbau Yahudi. Tuduhan ini lebih diperparah karena Herge dianggap bekerja di koran Jerman saat pendudukan. Padahal yang dilakukan Herge semata mata terus bekerja sebagai komikus dan semua orang mestinya tahu bagaimana simpati Herge pada kaum minoritas dan yang tertindas seperti pada Cina saat ditekan Jepang di “Lotus Biru”, atau Indian terhadap “pendudukan” kulit putih dalam “Tintin di Amerika”.
Meski sudah puluhan tahun menjadi penggemar Tintin, saya bahkan baru tahu kalau sosok Herge (kadang bahkan bersama istrinya) muncul sebagai Cameo dalam buku2nya. Bahwa mimpi Tintin yang seringkali ternyata surealis juga merupakan sesuatu yang menjadi minat Herge, bahkan dalam Alpha Art meski cuma sekedar sketsa, Herge menggambarkan perubahan Castafiore menjadi burung yang mematuk Haddock. Bahwa Zhang tokoh yang muncul dalam “Lotus Biru” serta “Tintin di Tibet” adalah sosok yang benar2 ada. Bahwa edisi2 berikutnya tidak melulu digambar oleh Herge, melainkan juga Jacobs dan de Moore. Bob de Moore bahkan sempat ingin melanjutkan “Alpha Art” sayangnya meski punya kemampuan gambar yang kurang lebih sama dengan Herge, de Moore tidak sanggup berimajinasi mengenai halaman2 terakhir cerita yang belum selesai itu.
Hal menarik lain-nya adalah obsesi Herge pada teknologi, yang terlihat pada dua cerita mengenai Bulan, dimana Tintin bahkan mendahului Amerika saat mendarat di Bulan, dan uniknya dengan pakaian antariksa yang mirip. Herge bahkan menggambarkan poster khusus dengan gambar Tintin dkk menyambut Armstrong dengan tulisan “Selamat Datang di Bulan Mr. Armstrong”. Dalam “Penculikan Lakmus” Herge menunjukkan obsesinya pada senjata perang dengan menggunakan suara, atau pada “Rahasia Kapal Unicorn”, saat munculnya Lakmus dengan kapal selam mini berbentuk Hiu.
Siapa Michael Farr ?, ahli Tintin ini adalah penggemar berat Tintin, saat kecil episode demi episode dia tunggu dengan tidak sabar dan menjadi hadiah yang paling ditungu-tunggu. Michael Farr juga adalah seorang wartawan dan sempat menjadi koresponden Reuters, dan pada 1977 dia bertemu langsung dengan Herge, saat perayaan ulang tahun ke lima puluh Tintin, dia juga diperbolehkan mengeksplorasi semua arsip yang pernah digunakan Herge saat membat episode demi episode. Saat ini rasanya tidak tokoh yang begitu ahli mengenai Tintin kecuali beliau, tidak cuma episode demi episode, bahkan varian-nya pun Michael Farr dalami, karena tergantung negara dimana diterbitkan, episode2 tertentu mengalami penyesuaian.
Dengan buku ini kita baru tahu bahwa episode “Tintin di Congo” misalnya sesuatu yang dianggap sebagai dosa masa lalu bagi Herge, karena penggambaran Tintin yang terkesan memiliki hobi membunuh binatang, bahkan pada edisi awal yang belum dikoreksi, Tintin meledakkan gajah. Episode ini juga terkesan sara, karena sikap Tintin pada kaum kulit hitam.
Kita juga jadi menyadari bahwa Herge memerlukan waktu yang sangat lama untuk sebuah komik, terutama karena riset yang harus dilakukan. Misalnya semua mobil, kendaraan tempur, kereta api, pesawat terbang bahkan sampai dengan seragam yang digunakan adalah benar2 ada (kecuali seragam di negara fiktif seperti Syldavia) , dan digambar dengan ketelitian yang mengagumkan.
Perfeksionisme yang dia miliki sering menjadi tekanan berat bagi dia, apalagi kalau kemudian ada komplain pada karya yang dia buat. Hal ini yang dia alami saat membuat “Bintang Jatuh” misalnya, dimana kapal yang digunakan dinilai tidak layak untuk ekspedisi seberat itu. Begitu juga saat Herge dikritik dalam “Penjelajahan di Bulan” dimana nara sumber yang digunakan Herge meyakinkan dia kalau di Bulan ada es sehingga hal tsb dia gambarkan dalam buku-nya.
juga jadi tahu kenapa tuduhan anti semit diarahkan padanya, karena pada “Bintang Jatuh” Herge menggambarkan ekspedisi pesaing yang disponsori oleh bankir Yahudi (Blumenstein) dengan kapal berbendera bintang dan garis, meski setelah protes diterima Herge, dia mengubah warna bendera (menjadi merah hitam) dan nama bankir-nya (Bohlwinkel) namun tanpa sadar dia justru menggunakan nama yang lebih berbau Yahudi. Tuduhan ini lebih diperparah karena Herge dianggap bekerja di koran Jerman saat pendudukan. Padahal yang dilakukan Herge semata mata terus bekerja sebagai komikus dan semua orang mestinya tahu bagaimana simpati Herge pada kaum minoritas dan yang tertindas seperti pada Cina saat ditekan Jepang di “Lotus Biru”, atau Indian terhadap “pendudukan” kulit putih dalam “Tintin di Amerika”.
Meski sudah puluhan tahun menjadi penggemar Tintin, saya bahkan baru tahu kalau sosok Herge (kadang bahkan bersama istrinya) muncul sebagai Cameo dalam buku2nya. Bahwa mimpi Tintin yang seringkali ternyata surealis juga merupakan sesuatu yang menjadi minat Herge, bahkan dalam Alpha Art meski cuma sekedar sketsa, Herge menggambarkan perubahan Castafiore menjadi burung yang mematuk Haddock. Bahwa Zhang tokoh yang muncul dalam “Lotus Biru” serta “Tintin di Tibet” adalah sosok yang benar2 ada. Bahwa edisi2 berikutnya tidak melulu digambar oleh Herge, melainkan juga Jacobs dan de Moore. Bob de Moore bahkan sempat ingin melanjutkan “Alpha Art” sayangnya meski punya kemampuan gambar yang kurang lebih sama dengan Herge, de Moore tidak sanggup berimajinasi mengenai halaman2 terakhir cerita yang belum selesai itu.
Hal menarik lain-nya adalah obsesi Herge pada teknologi, yang terlihat pada dua cerita mengenai Bulan, dimana Tintin bahkan mendahului Amerika saat mendarat di Bulan, dan uniknya dengan pakaian antariksa yang mirip. Herge bahkan menggambarkan poster khusus dengan gambar Tintin dkk menyambut Armstrong dengan tulisan “Selamat Datang di Bulan Mr. Armstrong”. Dalam “Penculikan Lakmus” Herge menunjukkan obsesinya pada senjata perang dengan menggunakan suara, atau pada “Rahasia Kapal Unicorn”, saat munculnya Lakmus dengan kapal selam mini berbentuk Hiu.
Siapa Michael Farr ?, ahli Tintin ini adalah penggemar berat Tintin, saat kecil episode demi episode dia tunggu dengan tidak sabar dan menjadi hadiah yang paling ditungu-tunggu. Michael Farr juga adalah seorang wartawan dan sempat menjadi koresponden Reuters, dan pada 1977 dia bertemu langsung dengan Herge, saat perayaan ulang tahun ke lima puluh Tintin, dia juga diperbolehkan mengeksplorasi semua arsip yang pernah digunakan Herge saat membat episode demi episode. Saat ini rasanya tidak tokoh yang begitu ahli mengenai Tintin kecuali beliau, tidak cuma episode demi episode, bahkan varian-nya pun Michael Farr dalami, karena tergantung negara dimana diterbitkan, episode2 tertentu mengalami penyesuaian.
No comments:
Post a Comment