Tadinya tak ada yang tahu persis apa dampak-nya jika Portnoy keluar dari Dream Theater, maklum-lah ybs pendiri, sekaligus unik dengan gaya “autis” drum-nya yang khas. Pengagum Neil Peart ini dianggap meletakkan dasar2 penting bagi teknik drum untuk grup dengan aliran progressive metal. Ketika akhirnya album ADTOE dirilis sebagai album ke 11, tanpa Portnoy untuk pertama kalinya, kekuatiran kita ternyata sama sekali tak perlu. Dengan Mangini, Dream Theater, justru kembali ke khittah-nya yang lebih kental nuansa progressive-nya terutama setelah beberapa album terakhir yang semakin lama semakin berkonotasi metal seperti “Train of Thought”, Systematic of Chaos” ataupun “Octavarium”, dan secara pribadi album ini dapat memuaskan dahaga saya akan album yang sekelas dan sewarna dengan “Scene From a Memory”.
Mangini sendiri, ternyata adalah pengganti yang benar2 tepat, menyingkirkan drummer2 top seperti Virgil Donati, Derek Roddy, dll dalam proses audisi yang mewajibkan tiga track dan membutuhkan rata2 tiga jam per audisi, Mangini terpilih karena memiliki nilai lebih, dengan menunjukkan kecintaan-nya pada musik Dream Theater. Permainan-nya yang pas, dan tidak berlebihan (seperti yang biasa ditunjukkan Portnoy) serta mampu memberikan bingkai yang pas dan akurat bagi skill jenius Petrucci dan Rudess. Sekaligus mampu menjawab ketika skill teknis di butuhkan, seperti pada beberapa track kita disodori pukulan dengan gaya polyrhytm, ataupun double bass yang rapat dan bersih menunjukkan level Mangini sama sekali tidak kalah dengan Portnoy.
Berikut penilaian saya pada masing2 track.
01. On the Backs of Angel (****)
02. Build Me Up, Break Me Down (**)
03. Lost Not Forgotten (***)
04. This Is The Life (*****)
05. Bridges In The Sky (****)
06. Outcry (*****)
07. Far From Heaven (*****)
08. Breaking All Illussion (*****)
09. Beneath the Surface (*****)
Track “On The Backs of Angel” bagi saya setingkat dengan track “Bridges in The Sky”, meski cukup bagus, namun porsi musik di dalam-nya terkesan tidak menyatu dengan keseluruhan bagian utama track tersebut. Meski “On The Backs of Angel” meraih nominasi di Grammy Award dalam kategori “Best Hard/Rock Performance Category” bagi saya track ini masih kalah dengan “Outcry” dan “Breaking All Illussions”, yang komposisi-nya lebih menyatu. “Breaking All Illussion” bahkan dihiasi dengan solo gitar yang panjang dan menawan dari Petrucci, sedangkan kelebihan “Outcry” adalah ending yang megah mengingatkan saya akan lagu2 Genesis, meski di bagian akhirnya lebih mirip dengan salah satu track “The Wall” nya Pink Floyd ketika sekumpulan penonton meneriakkan kata2 “Breaking The Wall” berkali-kali.
Bersama track2 indah lainnya seperti “This Is The Life”, “Far from Heaven” dan “Beneath The Surface” , dua track panjang “Breaking All The Illussions” serta “Outcry” inilah yang bagi saya layak melambungkan album sepanjang 77 menit ini ke posisi yang sama dengan “Scene from a Memory”. Meski begitu tetap ada track yang pas2an dan tidak dapat menyamai keindahan track lainnya, dan bagi saya itu adalah track “Build Me Up, Break Me Down”. Track ini mengingatkan saya akan salah satu track di album solo pertama James La Brie “Element of Persuasion”. Untuk track “Far From Heaven” mengingatkan saya akan track sejenis di era Kevin Moore, tepatnya track “Wait for Sleep” dalam album “Images and Word” .
Salut juga untuk perhatian group ini pada artwork, dan memilih Hugh Syme yang sangat menjiwai artwork band2 rock ataupun metal sebagai desainer cover album ini. Bisa jadi karena Hugh syme juga pada dasarnya seorang rocker, dan pernah membantu beberapa group rock seperti misalnya Rush untuk seksi additional keyboard. Syme juga lah yang berada di belakang artwork album Dream Theater yang lain seperti Systematic Chaos, Greatest Hits dan Chaos in Motion.
Meski pada awalnya penilaian saya terhadap album ini standar saja, tetapi dengan sering-nya mendengar, penilaian tersebut terus meningkat, dan puncak keindahan-nya terasa setelah pengulangan 7x keatas. Keputusan untuk mereview belakangan, sepertinya adalah putusan yang tepat, sehingga dapat lebih menggambarkan album ini secara komprehensif, dan saya sampai pada kesimpulan akhir, yaitu album ini mengobati kerinduan akan keindahan musik progressive sehingga sangat direkomendasikan untuk dieskplorasi, meski bagi penggemar yang lebih ke sisi metal Dream Theater, album ini menjadi terlalu kompleks untuk dicerna.
Mangini sendiri, ternyata adalah pengganti yang benar2 tepat, menyingkirkan drummer2 top seperti Virgil Donati, Derek Roddy, dll dalam proses audisi yang mewajibkan tiga track dan membutuhkan rata2 tiga jam per audisi, Mangini terpilih karena memiliki nilai lebih, dengan menunjukkan kecintaan-nya pada musik Dream Theater. Permainan-nya yang pas, dan tidak berlebihan (seperti yang biasa ditunjukkan Portnoy) serta mampu memberikan bingkai yang pas dan akurat bagi skill jenius Petrucci dan Rudess. Sekaligus mampu menjawab ketika skill teknis di butuhkan, seperti pada beberapa track kita disodori pukulan dengan gaya polyrhytm, ataupun double bass yang rapat dan bersih menunjukkan level Mangini sama sekali tidak kalah dengan Portnoy.
Berikut penilaian saya pada masing2 track.
01. On the Backs of Angel (****)
02. Build Me Up, Break Me Down (**)
03. Lost Not Forgotten (***)
04. This Is The Life (*****)
05. Bridges In The Sky (****)
06. Outcry (*****)
07. Far From Heaven (*****)
08. Breaking All Illussion (*****)
09. Beneath the Surface (*****)
Track “On The Backs of Angel” bagi saya setingkat dengan track “Bridges in The Sky”, meski cukup bagus, namun porsi musik di dalam-nya terkesan tidak menyatu dengan keseluruhan bagian utama track tersebut. Meski “On The Backs of Angel” meraih nominasi di Grammy Award dalam kategori “Best Hard/Rock Performance Category” bagi saya track ini masih kalah dengan “Outcry” dan “Breaking All Illussions”, yang komposisi-nya lebih menyatu. “Breaking All Illussion” bahkan dihiasi dengan solo gitar yang panjang dan menawan dari Petrucci, sedangkan kelebihan “Outcry” adalah ending yang megah mengingatkan saya akan lagu2 Genesis, meski di bagian akhirnya lebih mirip dengan salah satu track “The Wall” nya Pink Floyd ketika sekumpulan penonton meneriakkan kata2 “Breaking The Wall” berkali-kali.
Bersama track2 indah lainnya seperti “This Is The Life”, “Far from Heaven” dan “Beneath The Surface” , dua track panjang “Breaking All The Illussions” serta “Outcry” inilah yang bagi saya layak melambungkan album sepanjang 77 menit ini ke posisi yang sama dengan “Scene from a Memory”. Meski begitu tetap ada track yang pas2an dan tidak dapat menyamai keindahan track lainnya, dan bagi saya itu adalah track “Build Me Up, Break Me Down”. Track ini mengingatkan saya akan salah satu track di album solo pertama James La Brie “Element of Persuasion”. Untuk track “Far From Heaven” mengingatkan saya akan track sejenis di era Kevin Moore, tepatnya track “Wait for Sleep” dalam album “Images and Word” .
Salut juga untuk perhatian group ini pada artwork, dan memilih Hugh Syme yang sangat menjiwai artwork band2 rock ataupun metal sebagai desainer cover album ini. Bisa jadi karena Hugh syme juga pada dasarnya seorang rocker, dan pernah membantu beberapa group rock seperti misalnya Rush untuk seksi additional keyboard. Syme juga lah yang berada di belakang artwork album Dream Theater yang lain seperti Systematic Chaos, Greatest Hits dan Chaos in Motion.
Meski pada awalnya penilaian saya terhadap album ini standar saja, tetapi dengan sering-nya mendengar, penilaian tersebut terus meningkat, dan puncak keindahan-nya terasa setelah pengulangan 7x keatas. Keputusan untuk mereview belakangan, sepertinya adalah putusan yang tepat, sehingga dapat lebih menggambarkan album ini secara komprehensif, dan saya sampai pada kesimpulan akhir, yaitu album ini mengobati kerinduan akan keindahan musik progressive sehingga sangat direkomendasikan untuk dieskplorasi, meski bagi penggemar yang lebih ke sisi metal Dream Theater, album ini menjadi terlalu kompleks untuk dicerna.
No comments:
Post a Comment