** artikel ini, dibuat secara kolektif dengan A.S.Pohan
Seberapa banyak kita tahu tentang alam ? hutan ? hewan tumbuhan dan seisinya ? tidak banyak saya kira, karena kita tidak begitu akrab dengan alam. Kita melihat tetumbuhan sebagian besar melalui alat peraga di sekolah, dan kita melihat hewan2 dari balik jeruji di kebun binatang. Dalam kebun binatang, kita melihat mereka menjerit2 tidak jelas, atau hewan liar yang hanya terdiam lesu dengan bulu kusam yang sebagian bahkan berceceran di lantai kandang, sambil menatap kita dari pojok kandang yang bau. Atau burung2 yang bermotif baur, dengan warna pelangi pucat, campur aduk di dalam kandang-nya yang berlepotan tumpukan busuk sayur2an kangkung, pepaya dan wortel.
Namun pada masa puluhan tahun yang lampau (di seluruh penjuru nusantara tidak terkecuali), khususnya di lingkungan Roburan Dolok, masyarakat sangat akrab dengan alam dan tumbuhan. Berbagai pepatah dan petitih yang beredar di masyarakat pun banyak mengacu kepada tingkah laku hewan (a.l. kera yang di daerah ini di sebut dengan bodat) dan tumbuh2an yang akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Termasuk juga Harimau Sumatera. Penduduk menyebutnya ompu (atau kadang sdisebut ompung), sebagai tanda penghormatan. Saking dihormatinya hewan ini, kedatangan-nya ke suatu Kampung umum-nya dianggap sebagai tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Misalnya saat beliau mengaum siang hari di sekitar kampung, alamat telah terjadi perselingkuhan atau pergaulan kelewat batas di kampung tersebut.
Hal seperti ini juga pernah ditulis oleh Mochtar Lubis (1922 – 2004; alumnus HIS Sungai Penuh, pernah sekolah Kayu Tanam dan berayahkan Kepala Daerah Kerinci) dalam bukunya "Harimau ! Harimau !" (Diterbitkan oleh Pustaka Jaya, Harimau Harimau ! ini telah mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama sebagai buku penulisan sastra terbaik di tahun 1975) dan mengisahkan petualangan 7 orang pencari damar yang diteror Si Raja Hutan.
Kembali ke cerita. Pada situasi dan ketika itu, kalau kita melalui suatu daerah yang ‘angker’ selain lebih baik berjalan berombongan (dan posisi paling belakang dalam barisan adalah posisi yang paling rawan), Juga lebih baik kita membuat suara2 yang sedikit gaduh (walaupun kalau menurut ilmunya Old Shatterhand atau Winnetou dalam buku Karl May, yang dilakukan adalah yang sebaliknya justru kita jangan berisik).
Nah membahas Si Raja Hutan di Roburan Dolok berarti juga harus membahas Raja Buah, yaitu durian ? Loh kenapa ? karena durian ini memang menjadi buah favorit Si Raja Hutan. Oleh karena itu, apabila musim durian, dan terdengar suara durian jatuh. Para ‘penunggu durian’ akan membunyikan kaleng dan mmbuat suara riuh rendah agar Si Raja Hutan tidak mendekat. Cara makan durian Si Raja Hutan pun unik, umumnya durian itu dibelah dengan cakarnya yang tajam sesuai alurnya. Kemudian daging durian dijilat dengan lidahnya yang kasar, kemudian yang paling unik (dan harusnya menjadi teladan manusia). Sisa kulit dan bijinya biasanya ditemukan oleh penduduk dalam keadaan tertumpuk rapi. Untuk perilaku ini sepertinya manusia bisa belajar dari Si Raja Hutan.
Konon kabarnya Si Raja Hutan juga terkenal jago silat, meski terdengar aneh, hal ini lah yang menjadi kepercayaan penduduk setempat. Salah seorang pamanku waktu mudanya belajar silat bersama-sama dengan pemuda kampung di pinggir hutan (merupakan tradisi di kampung bahwa selain mengaji, bertani, para pemuda desa juga belajar beladiri, antara lain Pencak Harimau). Pamanku menuturkan bahwa, kalau para pemuda itu kebanyakan bercanda saat belajar silat, maka Si Raja Hutan, akan menegurdengan cara meraup pasir atau tanah dengan cakarnya menyiramkan-nya ke kerumunan dari balik rimbunan.
Cerita yang lebih aneh lagi, Si Raja Hutan ini juga punya memiliki firasat jika di suatu daerah ada jago silat. Suatu ketika, di zaman nenekku kecil, di Sihepeng (nama daerah di tapanuli Selatan), ada seorang jago silat yang tersohor dan memiliki banyak murid. Sampai suatu ketika, SI Raja Hutan akhirnya seakan akan tahu hal ini dan lantas meyantroni kampung SI Pendekar. Lantas Si Raja Hutam pun kemudian mengaum2 keliling kampung menyuarakan tantangannya sehingga Si Pendekar dengan gagah keluar menemui tanpa ditemani oleh murid2nya.
Disuatu tanah lapang dekat perbatasan kampung akhir-nya merekapun bertemu. Jangan bayangkan Si Raja Hutan itu lambat, ketepatan, kegesitan kelenturan dan kekuatan tamparan cakarnya tidak bisa dibuat main2. Jika anda terbiasa melihat kegesitan kucing, bayangkan mahluk sekian kali lipat tubuh kucing dengan kegesitan yang sama dan tamparan yang paling tidak 75 kali lebih keras. Setelah saling melingkar dan menjajaki, maka pertarungan pun dimulai.
Si Raja Hutan menggeram dan menampar dengan tangkas, pertarungan berlangsung dahsyat. Si Pendekar pun bergerak dengan gesit, melompat, berguling, menyepak dan memukul. Memang tidak percuma sang guru silat menyandang status pendekar, konon kabarnya dia memang mampu mengimbangi Si Raja Hutan. Saling pukul, saling tendang. pukul dibalas tampar, sebaliknya Si Raja Hutan mencakar, dan menggigit.
Setelah sekian lama, ternyata Si Raja Hutan masih lebih unggul, suatu saat Si Raja Hutan berhasil membuat sang pendekar terlempar terlentang tak berdaya dan lantas langsung di kangkangi serta mengumandangkan aum kemenangan, namun Si Pendekar dengan secepat kilat, mencabut belati yang terselip di pinggangnya dan menghunjamkannya ke perut Si Raja Hutan. Dan auman kemenangan berubah menjadi auman luka dan murka. Sang harimau akhirnya mati, namun anehnya dengan tubuh tetap berdiri.
Menurut kepercayaan setempat, kecuali di tembak dengan kaliber besar, Si Raja Hutan selalu mati dalam keadaan tegak, sungguh binatang yang gagah dan perkasa. Beberapa video pertempuran binatang (seperti koleksi National Geography), memperlihatkan bahkan Singa, Buaya, Ular, Beruang pun takluk kalau harus melawan Si Raja Hutan, bahkan meski Singa-nya lebih dari satu. Tidak aneh kalau banyak publikasi iklan menggunakan sosok Si Raja Hutan sebagai model termasuk beberapa group musik metal beberapa saat lalu.
Dibandingkan hewan buas lain, Si Raja Hutan cenderung “solitaire” alias sendirian dalam berburu. Saat di kampung jika cuaca cerah namun hujan turun, penduduk tidak akan berani keluar jauh2 ke dalam hutan. Saat tersebut dipercaya sebagai saat yang paling tepat buat sang Si Raja Hutan untuk mengajari anak2nya berburu.
Bagaimana kita menandai kehadiran Si Raja Hutan ? umumnya jika mendadak tercium kotoran ayam disekitar Hutan, maka itu menandakan bahwa Si Raja Hutan berada disekitar kita. Atau jika kita melihat coretan di atas tanah (di kampung disebut juga martondung) alias suatu teknik yang digunakan Si Raja Hutan untuk berburu apakah untuk ancang ancang atau untuk mengasa kuku seperti yang biasa dilakukan kucing, tak ada yang tahu persis. Itulah sebabnya, jika seorang petani yang kebetulan melihat coretan2 ini di atas tanah, maka dia akan segera bergegas kembali pulang.
Pada prinsipnya Si Raja Hutan tidak menganggap manusia sebagai sasaran utama, umum-nya lebih karena terpaksa. Bahkan kera lebih menarik buat Si Raja Hutan, kenapa ? Pada umumnya kera pada siang hari lebih memilih tidur di dahan pohon yang menjuntai ke air. Saat kelaparan SI Raja Hutan akan pergi ke tempat kawan kera berdiam. Lalu mengaum dengan sangat keras, sehingga membuat kera2 yang ketakutan gemetar dan berjatuhan dari pohon. Dengan bergelantungan diatas air, akan memberikan Kera kesempatan untuk menghindar dari serangan Si Raja Hutan.
Saat memangsa manusia, umum-nya Si Raja Hutan akan memilih organ dalam, dan biasanya muka korban ditemukan dalam keadaan tertutup. Penduduk setempat percaya bahwa ini disebabkan oleh wibawa manusia yang membuat Si Raja Hutan tidak nyaman, dan biasanya memang Si Raja Hutan tidak suka tatap menatap mata manusia. Beberapa cerita menarik tentang korban manusia, terjadi saat acara perkenalan antara lelaki dan perempuan, dengan mengunakan cara berbisik (marhusip). Jadi pria yang menaksir wanita, akan menyambangi rumah si wanita dan berbisik dari celah2 dinding atau lantai papan (umumnya rumah pada saat itu berbentuk panggung dan terbuat dari kayu). Kalau si wanita tertarik dan menyambut, maka marhusip bisa jalan terus sampai berjam2. Nah, kali itu yang marhusip terdiri dari dua orang, tapi berbeda rumah garapan, saat yang satu sedang asik, tiba2 dia merasa bahunya dicolek, mengira itu kawan-nya maka dia menepis balik, namun langsung di balas auman dan terkaman. Si wanita hanya mendengar suara kresek di semak2 saat Si Raja Hutan menyeret sang pemuda ke balik belukar. Temannya lintang pukang berteriak mencari pertolongan, namun sudah terlambat.
Ada suatu kisah tentang obat sakit perut yang terbuat dari tanah khusus, di Tapanuli penduduk setempat menyebut-nya bange, dan berwarna kekuningan serta sangat sulit dicari dan hanya dapat ditemukan pada lapisan tanah tertentu di lokasi tertentu. Konon, suatu ketika ada seorang pencari damar yang ketakutan mendengar suara Si Raja Hutan. Pencari damar ini kemudian naik ke pohon bersembunyi. Tak dinyana Si Raja Hutan datang ke sekitar pohon tersebut. Dengan gemetar sang pencari damar mengawasi Si Raja Hutan yang meraung2 kesakitan. Kemudian sang Si Raja Hutan mencakar2 lapisan tanah, dan mengunyah lapisan tanah tersebut. Tidak lama kemudian kesehatan dia terlihat pulih dan dan melangkah pergi. Setelah Pencari damar tersebut kemudian turun dan mengambil sebagian tanah tersebut untuk dibawa pulangdan ternyata manjur digunakan khususnya untuk obat sakit perut. Tidak hanya mampu mencari obat, kepercayaan di daerah ini, kumis Si Raja Hutan yang sudah mati, akan dipotong dan untuk dibuat menjadi salah satu bahan racun ganas.
Saat ini Si Raja Hutan nyaris punah, sebenarnya akan lebih menguntungkan menembak Si Raja Hutan dengan kamera dibanding senjata. Jika daerah pemukiman Si Raja Hutan dijaga, maka penduduk sekitar bisa jadi guide bagi wisatawan di seluruh dunia yang ingin melihat Si Raja Hutan di habitatnya yang asli dan dengan demikian, kesejahteraan penduduk terjamin sekaligus alam tetap terpelihara.
No comments:
Post a Comment